Cerdas Berdakwah
Selain itu, Kiki juga menanyakan, “Bagaimana caranya agar mad’u menerima dakwahnya si dai dengan tidak melihat golongan? Sedangkan mad’u kalau bukan golongannya tidak mau ikut.”
Menurut terminologi, mad’u adalah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan jamaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang dai.
Ustadz Syam menjawab, kecenderungan orang melakukan langkah penyelamatan diri itu manusiawi. Survival (upaya bertahan) itu ciri makhluk hidup. “Muhammadiyah ini gerakan modernis. Artinya ada satu fakta yang menurut kita harus memperoleh perlakuan purifikasi-
revitalisasi dengan kita menawarkan ide-ide baru,” ujarnya.
Muhammadiyah hadir sebagai organisasi pembaruan yang membawa pencerahan. “Ide itu kemudian memperoleh tanggapan yang baik, menuai reaksi dari kelompok mayoritas. Kelompok mayoritas juga mendirikan organisasi. Lahirlah organisasi baru untuk melindungi aset mereka, termasuk aset masyarakat,” sambungnya.
Karena itulah, lanjut Ustadz Syam, kita harus tampil humanis dan cerdas dalam berdakwah. “Bil hikmah wal mauidhati hasanah. Dengan nasihat seindah-indahnya,” tegas dia.
Dia juga menekankan dakwah itu proses yang tidak berkesudahan. “Menanam orang tidak seperti menanam singkong yang 3-4 bulan bisa dipanen. Kalau (berdakwah ke orang) orang bisa 10 tahun (terlihat perkembangannya),” ujarnya.
Dalam kajian itu, Ustadz Syam menerangkan, pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah adalah ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan bergerak membangun segala bidang dan lapangan dengan menggunakan cara dan menempuh jalan yang diridhai Allah.
“Sifat-sifat Muhammadiyah di antaranya beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan, memperbanyak kawan dan membina ukhuwah, lapang dada, luas pandangan, dan memegang teguh ajaran Islam, dan kemasyarakatan,” terangnya.
Dia juga menyampaikan semua pihak yang datang ke kantor PWM Jatim telah diterima. “Manusia bersaudara tanpa terkecuali!” tegasnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni