PWMU.CO – Mimpi lahirnya pimpinan pusat Observatorium Muhammadiyah mengemuka dalam Rapat Kerja Tingkat Pusat Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jum’at-Ahad (21-23/7/2023).
Mimpi itu disampaikan oleh Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr Arwin Juli Rahmadi Butar Butar Lc MA dalamsesi sesi Best Practices Lembaga Astronomi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM).
Sebelum menyampaikan mimpinya, dia berbagi pengalaman bagaimana menjalankan dan mengembangkan OIF UMSU yang sudah berlangsung selama delapan tahun.
Arwin diamanahi menjalankan OIF UMSU atau Al-Marshad al-Falaky al-Jami’ah al-Muhammadiyah Syumathrah asy-Syamaliyyah setelah selesai studi dari Mesir dan kembali ke Medan.
Dia menjelaskan, observatorium (observatory, almarshad) secara terminologi adalah tempat dilakukan pengamatan benda langit, dicatat, dianalisis, dikembangkan, dan seterusnya. “Observatorium itu yang perlu kita pahami adalah, ini merupakan ciri dalam peradaban Islam,” katanya.
Kalau kita baca sejarah, dia melanjutkan, observatorium merupakan capaian spektakuler dalam sejarah dan peradaban Islam. Memang, peradaban-peradaban pra-Islam punya tradisi telaah ke langit atau terhadap benda-benda langit. Tetapi ciri di dalam peradaban Islam sudah terlembagakan menjadi salah satu lembaga pendidikan eksklusif.
Dia lalu merujuk pada sistem pendidikan dalam peradaban Islam, yang terdiri dari pendidikan keagamaan dan pendidikan sains. Di dalam institusi pendidikan sains itu ada observatorium, selain rumah sakit, baitul hikmah, dan lain-lain.
“Ini merupakan ciri dari peradaban Islam dan sekaligus sebagai warisan yang teramat berharga,” ucapnya sambal mengutip Seyyed Hossein Naser dalam sejumlah riset dan tulisannya, bahwa di antara perkembangan dan perjalanan peradaban Islam, observatorium adalah puncak pengetahuan atau wawasan astronomi terkait dengan langit (ilmu falak).
“Jadi, di zaman dahulu berbicara tentang langit, tentang semesta, dan hal-hal yang terkait dengan itu pasti dan harus ke observatorium tidak di tempat yang lain. Jadi observatorium ini dalam konteks hari ini nuansanya adalah kesejarahan, keperadaban, keislaman, dan keteknologian atau kekinian,” urai Arwin.
Baca sambungan di halaman 2: Fungsi Observatorium