Politik Dikendalikan Pemilik Modal
Ulama yang akrab disapa Buya ini melanjutkan, investor luar negeri tidak akan datang kalau undang-undang (UU)-nya belum sesuai dengan keinginan mereka. Inilah yang membuat Indonesia tersandera, karena membuat UU sesuai kemauan pihak asing. Kondisi itu diperparah lagi dengan budaya suap yang menggurita. “Untuk investasi di Indonesia, mereka (asing) harus ‘melalui banyak meja’. Tentu saja praktik korupsi ini membuat investor semakin sulit masuk ke negara kita,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Pusat ini.
Parahnya lagi, lanjutnya, praktik itu kian hari kian menjamur. Tidak hanya suap-menyuap, tetapi juga berbagai tindakan korupsi lainnya. Hampir semua lembaga pemerintahan dirasuki oleh kegiatan korupsi. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seharusnya menjadi pembasmi para koruptor, justru melempem di hadapan para garong negara.
“Coba kalau November-Desember, itu hotel-hotel pasti penuh. Banyak lembaga pemerintah yang buat acara akhir tahun untuk menghabiskan anggaran. Pak Jokowi ‘kan kecewa juga soal stunting. Dia sampaikan itu pada saat kunjungan ke suatu daerah. Dia bercerita, ada daerah yang dana stunting-nya Rp 10 miliar yang dipakai rapat dan lain-lain mencapai Rp 8 miliar. Baru yang langsung ke masyarakat itu, buat beli susu dan yang lainnya, cuma Rp 2 miliar,” katanya.
“Sekarang ini ada kira-kira 26 juta masyarakat miskin. Dan kita sebenarnya bisa mengentaskan kemiskinan ini. Tapi masalahnya, banyak para pejabat yang moralitasnya rendah. Sehingga mereka tidak ragu untuk korupsi demi memenuhi isi perutnya sendiri. Maka korupsi ini harus diberantas. Tapi saya pesimis, buktinya masih banyak koruptor yang tak terendus. Sayangnya, KPK-nya juga tercemari. Kalau sapunya sudah kotor gimana mau membersihkan sesuatu yang kotor?” sambungnya.
Baca sambungan di halaman 3: Terjajah Budaya Materialistik