Integritas Indonesia Dipertaruhkan
Dalam kajian lainnya pakar politik Universitas Indonesia Chusnul Mar’iyah Ph.D memaparkan, kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia sudah sejak lama digagahi oleh bangsa asing. Dunia telah dikapling-kapling sejak jatuhnya Andalusia, terutama di wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Kolonialisme dengan bangunan white supremacy, slavery system (sistem perbudakan), dan eksploitasi sumber daya alam, berlangsung panjang. Indonesia yang merupakan kumpulan bangsa-bangsa dari puluhan kesultanan dan kerajaan Islam dari Aceh, Melayu, Jawa, Bugis, hingga Tidore, dikuasai oleh VOC pada 1602-1799. Kemudian dilanjutkan dengan imperalisme Belanda pada 1799-1942, serta invasi Jepang pada 1942-1945.
“Dan hingga saat ini, penjajahan terhadap kedaulatan Indonesia masih terjadi. Kedaulatan budaya, politik, wilayah, ekonomi sepertinya sudah dijual dengan harga murah tanpa rasa malu oleh rezim yang berkuasa. Apakah hari ini kita betul-betul sudah merdeka secara hakiki? Sepertinya masih jauh dari cita-cita para pendiri bangsa. Pembangunan dibayari dana hutang dengan riba’nya; desain pembangunan harus mengikuti IMF/WB atau sekarang dimasukkan dalam desain program OBOR-nya China, atau sudah diganti dengan BRI (belt road inisiatif). Pembangunan selalu meminta-minta hadirnya investor. Seperti yang disampaikan Presiden dalam pidatonya: come come to invest in my country. Padahal investasi asing (berlebihan) akan menjebak kemerdekaan suatu bangsa. Karena akan terjadi intimidasi, invasi, infiltrasi dan pada akhirnya menyebabkan inflasi,” terangnya.
Pidato presiden untuk mengundang investor asing dengan prinsip pasar bebas, itu bertentangan dengan Ekonomi Pancasila. Ideologi ekonomi neoliberal sangat dipercaya oleh rezim ini. BUMN banyak dibangkrutkan, diganti dengan pasar bebas. Padahal UUD negara mengacu pada sistem ekonomi dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada kewenangan pemerintah untuk memberikan kekayaan bangsa dan negara kepada segelintir orang.
“Untuk kepentingan siapa? Rakyat atau kongkalikong antara oligarki ekonomi dan oligarki politik? Adakah kewenangan Presiden untuk menjual pulau, menjual pasir ke luar negeri? Bagaimana nasib para nelayan, para petani yang menyediakan sumber daya pangan? Bukankah Allah telah memberikan negeri yang penuh dengan sumber daya pangan? Bagaimana kita mengelolanya? Atau justru merusaknya dengan kerakusan yang tidak dapat dibayangkan oleh pikiran manusia?” ujar dosen yang akrab disapa Chusnul ini.
Baca selengkapnya di majalah Matan. Info pemesanan: 08813109662 (Oki). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni