Panggung Politik Dikendalikan Oligarki, Indonesia Belum Merdeka?

Majalah Edisi 205 Agustus 2023 (Didik Nurhadi/PWMU.CO)

Panggung Politik Dikendalikan Oligarki, Indonesia Belum Merdeka? Review majalah Matan Edisi 205 Agustus 2023 oleh Miftahul Ilmi

PWMU.CO – Merdeka atau Mati! Kalimat pendek itu menjadi semacam mantra di masa prakemerdekaan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kemerdekaan telah menjadi keniscayaan sekaligus nikmat terbesar bagi entitas manusia dan eksistensi suatu bangsa dan negara. Kemerdekaan sejati  kata para bijak bestari, kesempatan yang luas untuk mengaktualisasikan segenap potensi kemanusiaan  yang optimal tanpa mengganggu  hak dan kewajiban sesama insan dan seisi alam.

Agustus 2023 ini kita akan memperingati 78 HUT Kemerdekaan. Tema yang diusung adalah “Terus Melaju untuk Indonesia Maju.” Sebuah tema yang insipiratif dan cukup preskriptif  bagi keberlangsungan masa depan bangsa yang besar.  Namun, dalam kajian kritis ini menarik untuk bermuhasabah, benarkah kita telah merdeka? Ketika panggung politik kiwari sangat dikendalikan oligarki, kekuatan ekonomi juga belum berpihak pada pribumi, hukum yang belum tajam untuk semua orang, dan kebudayaan yang makin tak berkeadaban.

Dalam pandangan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Anwar Abbas, secara de facto, Negara Indonesia belum sepenuhnya merdeka, karena masih terikat oleh kekuatan global, yakni China dan Amerika. Di kubu China, ada Rusia, Iran serta beberapa negara lain. Sedangkan Amerika Serikat bersekutu dengan sejumlah negara di Eropa. Situasi ini, membuat negara-negara lain, termasuk Indonesia tidak bisa leluasa sepenuhnya dalam membuat kebijakan. Dua kutub kekuatan ini akan mendorong Indonesia untuk condong ke salah satu pihak dan menjauh dari kubu yang dianggap musuh.  

“Jadi kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh mereka. Salah satu contohnya adalah soal sejumlah kebijakan ekonomi. Banyak kesepakatan-kesepakatan dengan asing yang justru merugikan bangsa kita. Seperti menyangkut investasi tambang, perkebunan, dan pembangunan. Kereta cepat misalnya, itu pihak China sebagai investor tidak hanya investasi. Tapi mereka juga menempatkan para tenaga kerjanya datang ke Indonesia untuk menggarap proyek tersebut. Bahkan tenaga kasarnya juga dari China. Jelas ini merugikan bangsa kita yang masih bergelut dengan problem pengangguran,” ungkapnya.

Baca sambungan di halaman 2: Politik Dikendalikan Pemilik Modal

Majalah Edisi 205 Agustus 2023 (Didik Nurhadi/PWMU.CO)

Politik Dikendalikan Pemilik Modal

Ulama yang akrab disapa Buya ini melanjutkan, investor luar negeri tidak akan datang kalau undang-undang (UU)-nya belum sesuai dengan keinginan mereka. Inilah yang membuat Indonesia tersandera, karena membuat UU sesuai kemauan pihak asing. Kondisi itu diperparah lagi dengan budaya suap yang menggurita. “Untuk investasi di Indonesia, mereka (asing) harus ‘melalui banyak meja’. Tentu saja praktik korupsi ini membuat investor semakin sulit masuk ke negara kita,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Pusat ini.

Parahnya lagi, lanjutnya, praktik itu kian hari kian menjamur. Tidak hanya suap-menyuap, tetapi juga berbagai tindakan korupsi lainnya.  Hampir semua lembaga pemerintahan dirasuki oleh kegiatan korupsi. Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seharusnya menjadi pembasmi para koruptor, justru melempem di hadapan para garong negara.

“Coba kalau November-Desember, itu hotel-hotel pasti penuh. Banyak lembaga pemerintah yang buat acara akhir tahun untuk menghabiskan anggaran. Pak Jokowi ‘kan kecewa juga soal stunting. Dia sampaikan itu pada saat kunjungan ke suatu daerah. Dia bercerita, ada daerah yang dana stunting-nya Rp 10 miliar yang dipakai rapat dan lain-lain mencapai Rp 8 miliar. Baru yang langsung ke masyarakat itu, buat beli susu dan yang lainnya, cuma Rp 2 miliar,” katanya. 

“Sekarang ini ada kira-kira 26 juta masyarakat miskin. Dan kita sebenarnya bisa mengentaskan kemiskinan ini. Tapi masalahnya, banyak para pejabat yang moralitasnya rendah. Sehingga mereka tidak ragu untuk korupsi demi memenuhi isi perutnya sendiri. Maka korupsi ini harus diberantas. Tapi saya pesimis, buktinya masih banyak koruptor yang tak terendus. Sayangnya, KPK-nya juga tercemari. Kalau sapunya sudah kotor gimana mau membersihkan sesuatu yang kotor?” sambungnya. 

Baca sambungan di halaman 3: Terjajah Budaya Materialistik

Terjajah Budaya Materialistik

Selain itu, Indonesia juga makin terjajah dalam aspek budaya dan sosial. Budaya materialistik dan individualias menjangkiti bangsa Indonesia. Sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk. Padahal kata Bung Hatta, Indonesia adalah negara sosialis religius. “Bukan sosialis versi Karl Marx, kalau sosialis versi Karl Marx ‘kan tidak bertuhan. Kalau sosialis versi Indonesia adalah sosialis yang berketuhanan,” tuturnya.

Demikian juga soal pandangan keagamaan Barat yang terus menjajah pemikiran bangsa. Buktinya, caci-maki tentang agama masih saja terjadi, terutama di media sosial. “Di Swedia, ada aksi pembakaran al-Quran tapi dibiarkan. Polisinya cuma bisa melihat. Karena memang tidak ada UU-nya untuk menangkap orang yang mencaci agama. Itu liberal mereka. Nah, apakah kita mau meniru yang seperti itu? Bangsa Indonesia memiliki pandangan keagamaan yang kuat. Indonesia sangat menghargai keberagaman kepercayaan. Semuanya harus dihormati,” tegasnya.

Menurut Anwar Abbas, segala problem tersebut, baik sosial, budaya, hukum, dan ekonomi, ditentukan oleh kondisi politiknya. Jika situasi politiknya baik dan kondusif, maka aspek lainnya pasti akan mengikuti. Celakanya, politik Indonesia masih terpuruk dan jauh dari kata merdeka. Cost politik yang sangat mahal membuat partai politik dikendalikan oleh pemilik modal. Bayangkan, untuk maju jadi bupati saja, itu butuh sekitar Rp 50 miliar. Sedangkan gajinya cuma di kisaran Rp 3-5 juta.  Apalagi untuk tingkat provinsi dan pusat, pasti biaya politiknya jauh lebih besar lagi.

“Sehingga tidak ada jalan lain, mau tak mau akhirnya melakukan jual beli jabatan. Transaksi tender proyek dan korupsi lainnya. Namun, kebanyakan Partai Politik tidak berusaha untuk keluar dari jeratan pemilik modal, asalkan kepentingan mereka tercapai. Akibatnya, kepentingan rakyat pun terabaikan. Bukan lagi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Tapi dari partai oleh partai untuk partai. Dari oligarki, oleh oligarki untuk oligarki,” kritiknya.

Baca sambungan di halaman 4: Integritas Indonesia Dipertaruhkan

Majalah Edisi 205 Agustus 2023 (Didik Nurhadi/PWMU.CO)

Integritas Indonesia Dipertaruhkan

Dalam kajian lainnya pakar politik  Universitas Indonesia Chusnul Mar’iyah Ph.D memaparkan, kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia sudah sejak lama digagahi oleh bangsa asing. Dunia telah dikapling-kapling sejak jatuhnya Andalusia, terutama di wilayah Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Kolonialisme dengan bangunan white supremacy, slavery system (sistem perbudakan), dan eksploitasi sumber daya alam, berlangsung panjang. Indonesia yang merupakan kumpulan bangsa-bangsa dari puluhan kesultanan dan kerajaan Islam dari Aceh, Melayu, Jawa, Bugis, hingga Tidore, dikuasai oleh VOC pada 1602-1799. Kemudian dilanjutkan dengan imperalisme Belanda pada 1799-1942, serta invasi Jepang pada 1942-1945.

“Dan hingga saat ini, penjajahan terhadap kedaulatan Indonesia masih terjadi. Kedaulatan budaya, politik, wilayah, ekonomi sepertinya sudah dijual dengan harga murah tanpa rasa malu oleh rezim yang berkuasa. Apakah hari ini kita betul-betul sudah merdeka secara hakiki? Sepertinya masih jauh dari cita-cita para pendiri bangsa. Pembangunan dibayari dana hutang dengan riba’nya; desain pembangunan harus mengikuti IMF/WB atau sekarang dimasukkan dalam desain program OBOR-nya China, atau sudah diganti dengan BRI (belt road inisiatif). Pembangunan selalu meminta-minta hadirnya investor. Seperti yang disampaikan Presiden dalam pidatonya: come come to invest in my country. Padahal investasi asing (berlebihan) akan menjebak kemerdekaan suatu bangsa. Karena akan terjadi intimidasi, invasi, infiltrasi dan pada akhirnya menyebabkan inflasi,” terangnya.

Pidato presiden untuk mengundang investor asing dengan prinsip pasar bebas, itu bertentangan dengan Ekonomi Pancasila. Ideologi ekonomi neoliberal sangat dipercaya oleh rezim ini. BUMN banyak dibangkrutkan, diganti dengan pasar bebas. Padahal UUD negara mengacu pada sistem ekonomi dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada kewenangan pemerintah untuk memberikan kekayaan bangsa dan negara kepada segelintir orang.

“Untuk kepentingan siapa? Rakyat atau kongkalikong antara oligarki ekonomi dan oligarki politik? Adakah kewenangan Presiden untuk menjual pulau, menjual pasir ke luar negeri?  Bagaimana nasib para nelayan, para petani yang menyediakan sumber daya pangan? Bukankah Allah telah memberikan negeri yang penuh dengan sumber daya pangan? Bagaimana kita mengelolanya? Atau justru merusaknya dengan kerakusan yang tidak dapat dibayangkan oleh pikiran manusia?” ujar dosen yang akrab disapa Chusnul ini.

Baca selengkapnya di majalah Matan. Info pemesanan: 08813109662 (Oki). (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version