PWMU.CO – Pancasila adalah Kesepakatan bersama kita sebagai bangsa dan negara. Bahkan, Muhammadiyah melalui Muktamar ke 47 di Makasar merumuskan, bahwa Pancasila adalah Darul Ahdi wa syahadah.
Darul Ahdi maknanya, negara tempat kita membuat kesepakatan nasional, negara yang berdiri atas dasar kesadaran kolektif bahwa kita majemuk atau beragam.
“Kesadaran kolektif atas keberagaman Indonesia itulah yang membuat tidak boleh ada kelompok yang merasa “paling”, “superior”, kelompok nomor 1,” kata Ketua Umum PP Dahnil Anzar Simanjuntak.
(Baca: Bertemu Pastor Fred S Tawaluyan, Inilah Pesan Toleransi Otentik dari Manado yang Disampaikan pada Dahnil Anzar Simanjuntak dan Sampaikan Kondisi Nasional Terkini, Dahnil ‘Hibur’ Warga Muhammadiyah Tulungagung)
Maka, lanjut Dahnil, rajutan kesepakatan bersama itu tidak boleh diurai lagi dengan berbagai ideologi yang tidak bersesuaian bahkan mengancam Pancasila, sehingga merusak keIndonesiaan kita.
“Jadi sikap perdebatan dan mengklaim paling Pancasila terang merusak bangunan kesepakatan yang sudah ditata,” tegasnya.
Ada perdebatan bahwa Pancasila itu merujuk pidato Bung Karno pada 1 juni. Itu pertama kali menyebut Istilah Pancasila. Kemudian pada 22 Juni, dimana dikenal sebagai piagam Jakarta, hasil kerja BPUPKI. Lalu Pancasila 18 agustus hasil akhir dari kerja PPUPKI yang diketuai Ki Bagus Hadikosoemo, sebagai hasil akhir rumusan Pancasila yang digunakan saat ini.
“Menurut Saya justru menunjukkan bahwa kita semua tidak pancasilais. Pancasila adalah dasar yang hidup untuk menuju Indonesia yang kita cita-cita kan, maka ketiganya, adalah PANCASILA. Pancasila kita semua,” katanya.
Dahnil menyampaikan, akan berbahaya bila pergantian kekuasaan kemudian membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila berdasarkan 3 tanggal rumusan tersebut. Karena bisa menyakiti golongan politik lainnya.
“Kalau itu dilakukan, artinya kita sedang mengkhianati keberagaman golongan dalam Indonesia. Tentu itu adalah tindakan dan sikap yang bertentangan dengan Pancasila itu sendiri,” ujarnya.
Darul Syahadah. Bagi Pemuda Muhammadiyah, saat ini adalah momentum syahadah. Momentum ini dimaknai dengan pembuktian, mengisi dan berkarya setelah memiliki Indonesia yang merdeka.
“Untuk itu bukan saatnya lagi mempertentangkan ideologi Negara. Apalagi berusaha merusak ideologi yang sudah dibangun bersama,” kata dia.
Menurut Dahnil, saat ini merupakan momentum semua anak negeri untuk berkarya menuju Indonesia yang maju, Makmur, adil dan bermartabat. Kgembiraan harus selalu dihadirkan dalam keberagamannya. Bukan justru ditebar kecemasan-kecemasan yang menurunkan semangat produktivitas seluruh anak negeri.
“Jadi, Pancasila adalah milik kita semua dan kita semua adalah Pancasila. Saatnya berkarya!,” pungkasnya. (ilmi)
Discussion about this post