Jejak Buku
Pak Zar telah mendirikan Pesantren Gontor, itu karya. Pak Zar sudah mengajar banyak murid, itu juga karya.
Tak ketinggalan, ada karya Pak Zar yang berupa tulisan. Berikut ini, sebagian di antaranya:
1).Durus al-Lugah al-‘Arabiyyah I dan II, merupakan buku pelajaran bahasa Arab Dasar dengan sistim Gontor. 2).Kamus Durus al-Lugah al-‘Arabiyyah I dan II. 3).Al-Tamrinat I, II dan III, merupakan buku latihan dan pendalaman qawa’id (kaidah-kaidah tata bahasa), uslub (gaya bahasa), kalimat, dan mufradat (kosa kata). 4).Dalil al-Tamrinat I, II, dan III. 5).Amtsilah al-Jumal I dan II, merupakan buku yang berisi contoh-contoh i‘rab dari kalimat lengkap yang benar.
Berikutnya, ini: 6).AI-Alfazh al-Mutaradifah, buku tentang sinonim beberapa kata dasar bahasa Arab. 7).Qawa’id al-Imla, buku tentang kaidah-kaidah penulisan Arab secara benar. 8).Pelajaran Membaca Huruf Arab IA, IB, dan II, dalam bahasa Jawa. 9).Pelajaran Tajwid,dalam bahasa Indonesia, buku pelajaran tentang kaidah membaca Al-Qur’an secara benar. 10).Ilmu Tajwid, dalam bahasa Arab, lanjutan pelajaran tentang kaidah membaca Al-Qur’an secara benar.
Masih ada lagi, yaitu: 11).Bimbingan Keimanan, buku pelajaran akidah untuk tingkat dasar dan bacaan anak-anak. 2).Ushuluddin, buku pelajaran akidah Ahlussunnah wal Jamaah untuk tingkat menengah dan tingkat lanjutan. 3).Pelajaran Fiqih I dan II, buku pelajaran fiqih tingkat menengah dan dapat dipergunakan untuk praktik beribadah secara praktis serta sederhana bagi pemula. 4).Pedoman Pendidikan Modern.
Ada juga buku yang merupakan karya bersama dengan kakak kandungnya, KH Zainuddin Fanani. Judulnya: 1).Senjata Penganjur. 2).Kursus Agama Islam.
Kisah Awal
Pak Zar lahir di Desa Gontor Ponorogo pada 21 Maret 1910. Dia pernah belajar di Pesantren Jamsaren Solo dan di Sekolah Mamba’ul ‘Ulum Solo. Lalu, meneruskan ke Sekolah Arabiyah Adabiyah sampai 1930, juga di Solo. Terutama di Sekolah Arabiyah Adabiyah, dia mendalami bahasa Arab.
Dia lalu ke Sumatera Barat, belajar di Normal Islam dan Sumatera Thawalib di Padang. Dr. Mahmud Yunus adalah salah satu gurunya.
Pada 1936 Pak Zar kembali ke Gontor. Sebelumnya, pada 1926, Pesantren Gontor telah didirikan oleh KH Ahmad Sahal, kakak Pak Zar. Selanjutnya pada 1936 itu, bersama Zainuddin Fanani–kakaknya yang lain-, Pak Zar membuka program Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyah (KMI) di Pesantren Gontor.
KMI adalah model pendidikan di pesantren yang telah lama mereka–tiga bersaudara itu-idam-idamkan. Formatnya, sebuah sekolah tingkat menengah dengan masa belajar enam tahun.
Dalam diri ketiga bersaudara itu mengalir darah Pondok Tegalsari, pesantren ternama di abad ke-18, yang lokasinya sekitar 3 Km dari Pesantren Gontor. Ada obsesi dari ketiganya untuk membangkitkan kembali kejayaan pendahulu mereka.
Kecuali itu, ada pemicu lain. Pertama, pada 1926, untuk menemukan utusan ke Kongres Umat Islam di Timur Tengah yang mahir bahasa Arab dan Inggris dirasakan sulit. Maka, para pendiri Pesantren Gontor terobsesi mencetak ulama yang pandai bahasa Arab dan Inggris. Kedua, saat itu, dunia pesantren selalu dilecehkan orientalis dengan menggambarkan pesantren sebagai kumuh, berfikiran picik, eksklusif dan mundur di bidang pengetahuan.
Tiga bersaudara itu bertekad, harus ada pesantren yang tidak kumuh, berpengetahuan luas, terbuka, dan berfikiran progressif. Para santrinya tidak hanya dibekali pengetahuan dasar tentang Islam, tapi juga diajari ilmu pengetahuan umum.
Ketika pesantren dengan kriteria seperti itu benar-benar mewujud pada 1936 dengan berdirinya KMI, masyarakat lalu menyebutnya sebagai Pondok Modern, nama yang lalu melekat dengan nama aslinya yaitu Darussalam. Boleh jadi, sebutan itu timbul karena wajah Pondok Gontor yang mengintegrasikan model pendidikan ala pesantren dan ala madrasah.
Baca sambungan di halaman 4: Banyak Amanah