PWMU.CO – Orang Muhammadiyah tidak boleh kuper menjadi pesan Prof Achmad Jainuri PhD mengawali acara Capacity Building: Revitalisasi Ideopolitor Gelombang ke-2 yang diselenggarakan PWM Jawa Timur di Trawas Mojokerto, Sabtu (12/6/2023) siang.
Capacity Building: Revitalisasi Ideopolitor ini diikuti peserta utusan PDM se-Jawa Timur.
Menurut Prof Jaenuri, Muhammadiyah disebut sebagai gerakan modern karena basis dukungannya kaum pedagang. Secara sosiologis, pedagang simbol masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi. Terbiasa menjajakan dagangan dan komunikasi dengan masyarakat di luar daerahnya.
”Ciri kaum pedagang itu bersifat modern dan terbuka. Itu diidentikan dengan ciri orang Muhammadiyah dari dulu hingga kini. Jadi orang Muhammadiyah tidak boleh kuper,” tandas Prof Jainuri.
Dia menyampaikan, sebagian kita mungkin merasa sulit untuk menerapkan prinsip Hidup-hidupilah Muhammadiyah. Atau tidak bisa menjalankan prinsip: Jangan cari hidup di Muhammadiyah.
”Jalan tengahnya ya mari hidup bersama Muhammadiyah,” ujarnya.
Menurut dia, prinsip yang diwasiatkan KH Ahmad Dahlan tersebut sangat dipengaruhi konteks zamannya.
”Saat itu (di masa kolonial) basis ekonomi umat masih ada kaum santri, hubungan kaum Muhammadiyah dan pedagang sangat erat sekali, ketika itu banyak saudagar Islam dan uang mereka berlimpah. Ini merefleksi dari teori hubungan antara masjid dan pasar yang ditulis Clifford James Geertz,” papar guru besar Universitas Muhammadiyah Sidoarjo ini.
Masjid, sambung dia, adalah simbol Islam sedangkan pasar aktivitas ekonomi. Dari sononya Islam dan perdagangan itu erat. Seperti dalam surat al-Jumah ayat 9.
Dasar normanya ada dalam al-Quran. Dibuktikan dalam sejarah munculnya Islam itu erat dengan ekonomi.
”Makkah abad 7 Masehi kota dagang. Transit jalur perdagangan dari utara Syam ke selatan Yaman. Ada aliran sejarawan mengatakan Makkah abad 7 kota dagang international, dilihat dari komoditas perdagangannya luks, mewah, seperti emas, perak, parfum, sutra,” kata Penasihat PWM Jatim ini.
Tapi ada aliran sejarawan lain menganggap Makkah abad 7 Masehi transit perdagangan lokal karena barang yang diperdagangkan untuk kebutuhan lokal, seperti kurma, kambing, keju dan lain-lain. Karena datanya dari sumber primer dari manuskrip-manuskrip dari pelepah-pelepah.
”Dua teori ini punya implikasi teoritis bahwa dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan Islam bukan dari kekuatan senjata atau pedang. Namun teori lain menyebut Islam berkembang cepat melalui rute perdagangan yang sudah ada sebelumnya,” katanya.
Dia menyebut membaca sumber primer catatan Musyawarah Muhammadiyah era KH Ahmad Dahlan yang tersimpan di Museum Amerika Serikat saat kuliah dulu.
Itulah yang terjadi Muhammadiyah, lanjut Prof Jainuri, yang menyebarkan Muhammadiyah ke kota-kota besar di pulau Jawa adalah kaum pedagang. ”Betapa peran kaum dagang dalam menyebarkan Islam dan ide-ide reformasi Islam di Asia Tenggara.”
Dia menyampaikan, Muhammadiyah gerakan modern dengan basis pendukung para pedagang. kelompok masyarakat yang mobilitasnya tinggi. Berinteraksi dengan banyak orang. Mudah menerima ide baru.
Para pedagang orang-orang yang terbuka. Ini ciri juga melekat pada Muhammadiyah. ”Maka jadi orang Muhammadiyah tidak boleh kuper alias kurang pergaulan,” tandas Prof Jainuri. (*)
Penulis Muhammad Syaifudin Zuhri Editor Sugeng Purwanto