PWMU.CO – Hukum telah jadi pelesetan, warga Muhammadiyah diminta tetap menaati undang-undang untuk urusan pengamanan aset.
Demikian disampaikan Wakil Ketua PWM Jatim Prof Dr Thohir Luth di acara Capacity Building: Revitalisasi Ideopolitor Gelombang Kedua di Trawas Mojokerto, Sabtu (12/6/2023) malam.
Thohir Luth menyampaikan, Muktamar Muhammadiyah ke-35 di Jakarta merumuskan pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada ajakan menaati hukum, maka disusunlah sifat-sifat Muhammadiyah.
”Pada poin kelima, warga Muhammadiyah diminta untuk mengindahkan segala hukum, perundangan, peraturan, dan dasar falsafah yang sah. Ini bagian dari kesadaran Muhammadiyah untuk mengajak kita semua menaati peraturan,” jelas Prof Thohir Luth.
Namun defacto, lanjutnya, penegakan hukum telah jadi pelesetan oleh masyarakat. Pelesetan itu cerminan penegakan hukum sangat amburadul.
”Munculnya istilah yang distigmatisasikan kepada penegak hukum mengarah pada konotasi negatif,” katanya.
Misal, sambung Thohir Luth, KUHP dipelesetkan menjadi Kasih Uang Habis Perkara. Polisi menjadi akronim Putar Otak Lihat Situasi.
”Jaksa malah diartikan Jika Ada Kasus Sediakan Amlop. Hakim yang menentukan vonis hukum, kini diartikan Hubungi Aku Kalau Ingin Menang,” kelakar Thohir Luth disambut tawa hadirin.
Penegakan hukum membuat kita prihatin, kata Thohir Luth, namun Muhammadiyah tetap mendorong warganya menaati hukum.
“Insyaallah kalau kita menaati hukum, mudah-mudahan surga lebih ramai dengan warga besar Muhammadiyah di sana kelak,” kata Thohir Luth yang diamini seluruh hadirin.
Aset Muhammadiyah
Soal taat hukum ini Thohir Luth mengaitkan dengan pendayagunaan aset Muhammadiyah. Majelis Wakaf menekankan pada peraturan bahwa harta berharga milik persyarikatan, yang bergerak maupun tidak bergerak harus berbadan hukum atas nama Persyarikatan Muhammadiyah.
“Harus, pastikan itu. Jika tidak, apabila suatu saat sang pengelola harta benda milik persyarikatan itu mendapat uzur tetap. Maka suka tidak suka menurut hukum positif kita, harta itu menjadi milik ahli waris, bukan persyarikatan,” ungkap Thohir Luth.
Dia menyampaikan, kenyataannya masih banyak aset Muhammadiyah yang belum berbadan hukum atas nama Persyarikatan Muhammadiyah. ”Kita punya kewajiban mendata itu,” tandasnya.
Tanah wakaf maka nadzirnya diminta jangan pakai nama perorangan. Harus nadzir atas nama Persyarikatan Muhammadiyah.
”Kalau nama nadzir perorangan, nantinya bisa repot karena saat ini banyak jin-jin berkeliaran memberikan bisikan-bisikan,” kata Thohir sambil menyoroti makelar kasus dan mafia kasus yang bergentayangan.
Fakta menunjukan, sambung dia, kalau nadzir itu bukan nama Muhammadiyah pada akhirnya menjadi sengketa. ”Monggo wakaf atas nama perorang segera diganti nadzir atas nama Persyarikatan Muhammadiyah,” harapnya.
Dia juga menyampaikan, sertifikat tanah wakaf tidak bisa lagi menjadi jaminan pinjaman untuk pengembangan amal usaha Muhammadiyah.
Untuk itu, Thohir Luth berharap kalau ada wakaf minta dibicarakan dengan baik agar wakaf bisa dijadikan hibah dalam urusan administrasinya.
”Tanah hibah bisa dibuat jaminan bank, karena dihitung sebagai jual beli. Tapi itu harus milik persyarikatan. Seratus persen bisa jadi jaminan untuk tambahan dana pengembangan AUM,” tandasnya. (*)
Penulis Muhammad Syaifudin Zuhri Editor Sugeng Purwanto