PWMU.CO – Pemimpin tidak boleh berorientasi pada dunia saja. Itulah salah satu bagian materi kuliah tujuh menit (kultum) setelah shalat Maghrib berjamaah di acara Capacity Building Revitalisasi Ideopolitor yang diadakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Acara yang diikuti Anggota PDM se-Jawa Timur ini digelar di Grand Whiz Hotel, Trawas, Mojokerto, (12/8/2023).
Dalam kesempatan itu, Syarif Hidayatullah—Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Batu—menyampaikan amalan-amalan yang dilakukan pemimpin merujuk Surat al-A’la ayat 14-19.
Pertama, pemimpin itu mengolah dan membersihkan jiwa. Membersihkan hatinya dari kesyirikan, membersihkan diri dari maksiat dan dari akhlak tercela. Juga, dari hal-hal haram yang masuk ke dalam tubuh.
“Termasuk hati-hati dalam mengambil jatah. Jangan sampai mengambil hak orang lain, baik itu jatah makanan, block note dan lain sebagainya,” ungkap Syarif disambut tawa hadirin teringat soal hidangan makan siang yang habis dan terlambat diisi kembali.
Kedua, pemimpin selalu mengingat Allah. Dzikir setelah shalat wajib, dzikir pagi dan sore hari, serta dzikir sebelum tidur. Selain itu, ada dzikir yang dilakukan dengan amalan, yaitu kepekaan sosial. Ketika melihat orang lain yang membutuhkan bantuan, ia segera membantu karena ingat perintah Allah.
Jangan Hura-Hura di Dunia
Ketiga, pemimpin menjaga keteladanan shalatnya. Syarif menjelaskan yang perlu dijaga dalam shalat adalah khusyuknya sebagaimana firman Allah dalam surat al-Mukminun. “Orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya”.
Menjaga waktunya. Syarif menuturkan, amalan yang terbaik sebagaimana petunjuk nabi Muhammad SAW adalah shalat di awal waktu. Dengan mengatur shalat di awal waktu, dampaknya adalah manajemen waktu yang baik. Sehingga kegiatan yang lain bisa direncanakan dengan matang dan tidak terlambat.
Shalat akan lebih berkualitas jika kita menjaga fikihnya dan melakukan secara berjamaah. Terakhir, yang perlu dijaga adalah shalat sunah rawatib serta menjaga dampak dari shalat. Yaitu bagaimana shalat dapat mencegah kita melakukan hal keji dan kemunkaran.
Syarif menyebut bahwa pemimpin tidak boleh berorientasi pada kehidupan dunia saja, karena urusan akhirat lebih baik dan kekal.
“Bukan ditinggalkan, dunia tetap dikerjakan, tapi jangan berhura-hura dengan hasil yang diperoleh. Sebab tujuan beramal di dunia adalah kepentingan akhirat,” ujarnya. (*)
Penulis Achmad Fuad Hasyim Editor Mohammad Nurfatoni