Tetap Perlu Guru
Gaya hidup lain yang saat ini sedang berkembang adalah mengambil informasi apapun dari medsos, seolah medsos itu yang paling benar, termasuk dalam hal ilmu agama. Misalnya lewat YouTube.
Hal itu diperbolehkan akan tetapi, menurut dia, tetap dibutuhkan guru, terutama guru agama, untuk memperjelas dan melakukan konfirmasi secara langsung atas informasi yang didapat karena sangat mungkin pesan yang ditangkap berbeda dengan yang disampaikan di medsos tersebut.
Apalagi media sosial penuh distorsi yaitu gangguan-gangguan yang menyebabkan pesan tidak tersampaikan dengan baik. Misalnya tidak fokus, melamun, rasa lapar, kondisi tubuh yang kurang sehat, dan lain-lain.
Khususnya dalam hal berkomunikasi, terutama di media sosial, jangan menjadikan satu media saja sebagai patokan, sebab tidak ada media sosial yang netral, tidak ada yang objektif. Jangan percaya pada satu berita saja, karena pemuatan berita sangat berpihak pada kepentingan media. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam menerima informasi.
Sebagai penutup, Anang berpesan, “Jangan pernah kita menggoreskan catatan negatif pada akun media sosial kita. Jangan pernah berkomentar negatif yang menyakiti orang lain di medsos karena itu menunjukkan gaya hidup kita. Menunjukkan siapa kita, menunjukkan kepribadian kita. Gaya hidup yang kita tampilkan seharusnya menjadi syiar agama kita. Mari kita tiru gaya hidup islami ala Rasulullah.” (*)
Penulis Khoen Eka Editor Mohammad Nurfatoni