Kiat Menjaga Gaya Hidup Islami di Era Hedonisme

Anang Sujoko saat mengisi Pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan (Khoen Eka/PWMU.CO)

PWMU.CO – Kiat menjaga gaya hidup, menjadi topik ulasan Pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Batu di Masjid At-Taqwa, Ahad (13/8/2023).

Kali ini menghadirkan Anang Sujoko SSos MSi DComm, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya sekaligus Ketua Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPDI) PDM Kota Malang.

Mengawali kajiannya, Anang menyampaikan materialistis dan hedonis menjadi gaya hidup sebagian besar masyarakat saat ini. Gaya hidup tersebut tentunya lebih berpihak pada urusan dunia dan acapkali mengabaikan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Padahal, gaya hidup terbaik untuk umat Islam khususnya, telah dicontohkan oleh Rasulullah. 

“Misalnya pola makan dan adab makan, Rasulullah memberikan teladan terbaik bagi kesehatan dan gaya hidup kita,” kata Anang. 

Makan pada saat lapar itu, lanjut dia, yang dicontohkan bukan makan tiga kali sehari di tiga waktu seperti yang terpola saat ini. Akibat tidak mencontoh Rasulullah, maka meskipun masih kenyang, kita tetap makan asalkan waktu makan telah tiba, sehingga kemudian makanan banyak yang terbuang,” lanjutnya.

“Rasulullah mencontohkan berhentilah makan sebelum kenyang. Makan secukupnya. Makan dengan tangan kanan dan berdoa sebelum makan. Tidak menyisakan makanan. Makan yang halalan tayibah, yang halal dan baik untuk tubuh. Tidak selalu makanan yang halal baik untuk tubuh, karena bergantung pada kondisi tubuh kita masing-masing,” jelas Anang. 

Gaya Berkomunikasi

Gaya hidup kedua adalah cara berkomunikasi. Gaya berkomunikasi Rasulullah patut kita contoh. Rasulullah sangat memahami orang lain dan mampu menahan diri sehingga tetap bisa menjaga komunikasi yang baik dengan siapa pun. 

Saat ini dua gaya hidup tersebut banyak ditinggalkan sehingga timbul banyak persoalan karenanya. Indonesia menjadi gudang sampah sisa makanan karena pola makan warganya. Kita melihat dan membaca di berbagai media sosial betapa gaya komunikasi masyarakat sangat tidak sehat. Saling memaki, saling mengolok, dan berkomentar negatif sesama pengguna medsos biasa kita temui. 

Anang memberikan kiat berkomunikasi yang baik di media sosial, “Ketika menjumpai berita atau isu-isu yang kontroversial, tahan diri untuk tidak berkomentar. Berita yang baik pun bahkan bisa dikomentari negatif karena perbedaan persepsi dan daya tangkap terhadap pesan dalam informasi tersebut.”

“Tren saat ini, generasi muda suka informasi yang singkat, secuil-secuil. Seperti potongan-potongan puzzle. Gaya komunikasi itu kita temui di TwitterTikTok, dan Instagram. Padahal, informasi yang singkat banyak menimbulkan salah tafsir. Hal itu yang harus diwaspadai,” lanjut dosen Ilmu Komunikasi tersebut. 

Baca sambungan di halamann 2: Tetap Perlu Guru

Anang Sujoko saat mengisi Pengajian Ahad Pagi KH Ahmad Dahlan (Khoen Eka/PWMU.CO)

Tetap Perlu Guru

Gaya hidup lain yang saat ini sedang berkembang adalah mengambil informasi apapun dari medsos, seolah medsos itu yang paling benar, termasuk dalam hal ilmu agama. Misalnya lewat YouTube. 

Hal itu diperbolehkan akan tetapi, menurut dia, tetap dibutuhkan guru, terutama guru agama, untuk memperjelas dan melakukan konfirmasi secara langsung atas  informasi yang didapat karena sangat mungkin pesan yang ditangkap berbeda dengan yang disampaikan di medsos tersebut. 

Apalagi media sosial penuh distorsi yaitu gangguan-gangguan yang menyebabkan pesan tidak tersampaikan dengan baik. Misalnya tidak fokus, melamun, rasa lapar, kondisi tubuh yang kurang sehat, dan lain-lain.

Khususnya dalam hal berkomunikasi, terutama di media sosial, jangan menjadikan satu media saja sebagai patokan, sebab tidak ada media sosial yang netral, tidak ada yang objektif. Jangan percaya pada satu berita saja, karena pemuatan berita sangat berpihak pada kepentingan media. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam menerima informasi. 

Sebagai penutup, Anang berpesan, “Jangan pernah kita menggoreskan catatan negatif pada akun media sosial kita. Jangan pernah berkomentar negatif yang menyakiti orang lain di medsos karena itu menunjukkan gaya hidup kita. Menunjukkan siapa kita, menunjukkan kepribadian kita. Gaya hidup yang kita tampilkan seharusnya menjadi syiar agama kita. Mari kita tiru gaya hidup islami ala Rasulullah.” (*)

Penulis Khoen Eka Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version