Ibu Negara Tangguh
Memasuki masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan, Ibu Fat, demikian panggilan akrabnya, setia mendampingi Bung Karno melakukan propaganda baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam peristiwa Rengasdengklok “penculikan” Bung Karno dan Bung Hatta oleh pemuda Soekarni dan kawan-kawan, Ibu Fat ikut “diculik” dengan membawa putra pertama, Guntur.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pengangkatan Bung Karno sebagai Presiden pertama dan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden pertama, kehidupan keluarga Bung Karno dan Bu Fat bahkan semakin terancam. Alih-alih mendapat fasilitas sebagai Ibu Negara yang dimanja bak permaisuri raja, Ibu Fat ikut ke mana saja Bung Karno dan Bung Hatta bersembunyi seiring kedatangan pasukan sekutu awal September 1945.
Ketika pemerintahan harus berpindah ke Yogyakarta karena ancaman sekutu yang semakin serius, Ibu Fat tetap sebagai Ibu Negara yang tangguh di tengah keterbatasan. Keuangan pemerintahan termasuk uang dapur para keluarga Presiden, Wakil Presiden beserta para menteri banyak dibantu keuangan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Beragam kesulitan merawat “jabang bayi” NKRI ikut dilalui Bu Fat di Yogyakarta sampai penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949.
Bu Fat bersama Bung Karno baru mendiami Istana Negara setelah pemerintahan kembali ke Jakarta tahun 1950. Namun Bu Fat hanya tinggal di istana bersama Bung Karno sampai tahun 1953 setelah Bung Karno menikahi Ibu Hartini, Ibu Ratna Sari Dewi, dan seterusnya.
“Bu Fat tidak seberuntung Ibu Iriana yang oleh Presiden Joko Widodo dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana oleh suaminya sendiri sang Presiden.”
Dari tahun 1953 sampai wafat tahun 1980 Bu Fat menjadi warga negara biasa. Beliau sangat menikmati hidup sebagai warga negara biasa dengan tetap aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, watak khas produk pendidikan Muhammadiyah.
Bu Fat nyaris terlupakan bahkan oleh Presiden Sukarno sendiri, karena sifat Bu Fat yang tidak suka mengklaim prestasi, pengorbanan apalagi status sebagai mantan istri Presiden pertama. Tidak ada penghargaan Bintang Mahaputra dan sejenisnya untuk Bu Fat selama Bung Karno menjadi Presiden.
Bu Fat baru mendapat penghargaan setelah beliau wafat tahun 1980. Tahun 1994 pemerintahan Presiden Soeharto menganugerahkan Bintang Bintang Mahaputera Adipradana dan Bintang Republik Indonesia Adipradana di masa Presiden Habibie tahun 1999.
Bu Fat tidak seberuntung Ibu Iriana yang oleh Presiden Joko Widodo dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana. Upacara penganugerahan digelar di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 14 Agustus 2023.
Selamat untuk Ibu Iriana Jokowi dan perhatian Pak Jokowi pada sang istri. Bukan salah siapa-siapa hingga Bung Karno belum sempat menganugerahkan tanda jasa apapun pada sang istri yang menemani berjuang dalam suka duka, masa revolusi hingga merdeka.
Jasa Bu Fat diapresiasi oleh Presiden-Presiden setelah Presiden Soekarno, menunjukkan betapa hebat sosok Bu Fat bagi bangsa dan negara. Nama Bu Fat tersemat menjadi nama Rumah Sakit Fatmawati di Jakarta dan nama bandar udara di Bengkulu. Nama Bu Fat abadi sebagai First Lady atau Ibu Negara sepanjang masa bangsa Indonesia. Wallahualambishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni