Bukan Sekadar Merdeka dari Belanda dan Jepang
Kemerdekaan yang diperjuangkan Bung Karno, Bung Hatta, Jenderal Soedirman, Sri Sultan dan kawan-kawan bukan sekadar mengusir Belanda dan Jepang. Lebih penting setelah terusirnya bangsa asing adalah mengubah tata kelola ekonomi dan politik yang berpihak pada masyarakat luas.
Para penjajah membangun sistem ekonomi politik yang hanya memihak kaum elite, penguasa, dan pengusaha asing. Agenda kemerdekaan salah satunya untuk memajukan kesejahteraan umum hanya bisa terwujud jika masyarakat luas diberi peluang, bukan hanya diberi uang bantuan langsung tunai. Angka pengangguran, kemiskinan, sampai stunting yang tinggi menjadi pertanyaan di tengah tingginya angka investasi proyek strategis nasional.
Hanya saja proyek strategis nasional jadi mirip proyek strategis kolonial jika pelakunya lebih banyak perusahaan dan pekerja asing. Pemerintah kolonial Belanda tidak dipungkiri banyak membawa kemajuan ekonomi dan infrastruktur di nusantara. Tetapi pembangunan yang dilakukan pemerintah kolonial tidak membawa kemajuan dalam kesejahteraan umum kaum bumiputra.
Kemajuan ekonomi di masa kolonial Belanda sebagian besar dinikmati lingkaran penguasa. Posisi masyarakat lokal di kelas 3 di bawah masyarakat pendatang Eropa dan timur asing sengaja dibuat untuk membuat masyarakat lokal tetap miskin.
“Kekhawatiran sejumlah kalangan akan hadirnya penjajahan baru melalui penawaran Hak Guna Usaha 190 tahun dan Hak Guna Bangunan 160 tahun di IKN bisa jadi kenyataan apabila tidak dikritisi”
Kemiskinan ditunjang kebodohan akibat minim akses pendidikan membuat penjajahan semakin nyaman tanpa perlawanan.
Kehadiran kaum terpelajar membentuk organisasi Budi Utomo, Perhimpunan Indonesia, Muhammadiyah, Taman Siswa dan sebagainya berhasil membangun alam pikiran kemerdekaan.
Membangun dan merawat agenda kemerdekaan sebagai tugas jangka panjang dan berkelanjutan dari gerakan tajdid (inovasi). Penjajahan bisa kembali hadir dengan beragam “inovasi” hanya bisa dicegah gerakan tajdid pemahaman makna kemerdekaan yang berkemajuan. Kekhawatiran sejumlah kalangan akan hadirnya penjajahan baru melalui penawaran Hak Guna Usaha 190 tahun dan Hak Guna Bangunan 160 tahun di IKN bisa jadi kenyataan apabila tidak dikritisi.
Bukankah penjajahan Belanda selama kurang lebih 350 tahun berawal dari hubungan dagang dan sewa lahan milik para raja dan sultan? Awalnya kaum oligarki yang terdiri dari 17 pengusaha bergabung dalam VOC begitu “sopan” minta izin menyewa lahan. Dari kota kecil Batavia lama kelamaan membangun gudang, benteng pertahanan sampai armada militer.
Sejarah kelam bisa berulang jika ingatan tentang sejarah kelam itu mudah hilang. Wallahualam (*)
Editor Mohammad Nurfatoni