PWMU.CO – Pasutri difabel di Madiun mampu memproduksi tusuk sate hingga 5 kuintal. Keterbatasan fisik tak menghalangi pasangan suami istri (pasutri) Sulam dan Suparmi untuk produktif mencari nafkah. Setiap hari mereka bisa menjual 10-40 kilogram tusuk sate seharga Rp 7 ribu per kilogramnya.
Warga Dusun Bulu, Candirejo, Dolopo, Kabupaten Madiun tersebut menekuninya sejak 2018. Mayoritas pembeli dari Kota dan Kabupaten Madiun. “Produk tusuk sate yang saya buat paling banyak diambil pengepul Madiun. Ya untuk dibuat tusuk Sempol dan lain-lain,” ungkap Sulam.
Beberapa kali mereka mendapat pesanan dengan jumlah signifikan dari lintas provinsi, seperti Jawa Tengah dan Kalimantan. Pasutri yang punya anak tunggal itu kini sedang menggarap pesanan dari Semarang sejumlah lima kuintal. “Ini menunggu acc (persetujuan) pengiriman dari pihak Semarang (pembeli),” ujar Sulam, Senin (14/8/2023).
Sejauh ini, penghasilan terbanyak yang Sulam dan Suparmi peroleh sebesar Rp 1,5 juta dari penjualan tusuk sate dua kuintal. “Dalam 1 kuintal tusuk sate berisi 30-35 kilogram dan dalam 1 kilogram tusuk sate berisi 600-700 tusuk sate,” terangnya.
Keduanya memproduksi tusuk sate menggunakan mesin three in one yang mampu memproses bilah bambu sepanjang 30 centimeter. “Saya juga menggunakan mesin tersendiri untuk memperuncing tusuk sate tersebut,” imbuh Sulam.
Mereka menggunakan bahan baku bambu ori yang diperoleh Sulam dengan memesan dulu. “Dulu saya pernah mencari bahan baku tusuk sate itu sendiri. Karena sekarang tenaganya tidak memungkinkan, saya lebih memilih membeli bahan baku untuk menghemat tenaga,” ungkapnya.
Jika tidak ada pekerjaan memproduksi tusuk sate ini, menurut Sulam, keadaan ekonomi keluarganya akan bermasalah. “Pekerjaan membuat tusuk sate ini sangat membantu ekonomi keluarga saya. Kalau tidak ada pekerjaan ini, ya mungkin kami agak kesusahan,” ujar Sulam.
Baca sambungan di halaman 2: Bukan Hanya Produksi Tusuk Sate