Pimpinan dan Filosofi Keteladanan
Lantas mengapa Muhammadiyah tidak memakai pengurus tapi pimpinan? Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd punya jawaban.
Menurut dia, pemilihan istilah pimpinan mengandung fungsi moral. Maksudnya dengan menggunakan kata pimpinan, setiap struktur formal organisasi di Muhammadiyah wajib menampilkan keteladanan sebagai seorang pemimpin (etos leadership).
“Pimpinan itu mencerminkan kepribadian dengan tugas fungsi yang melekat dalam jabatan,” jelasnya dalam pidato Pengukuhan Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah Kecamatan Gebog Kudus Periode Muktamar 48 di Masjid Taqwa Besito, Sabtu (5/8/2023), seperti dikutip muhammadiyah.or.id.
Menurut Mu’ti, istilah pengurus terkesan lebih merujuk kepada penyelenggara atau event organizer, sehingga tanggung jawabnya dianggap selesai jika sudah menyelesaikan pekerjaannya. Namun pimpinan memiliki tugas yang lebih luas dan kompleks daripada sekadar pelaksana organisasi.
Karena alasan itulah, Mu’ti menegaskan bahwa menjadi pimpinan di Persyarikatan artinya mengemban fungsi moral yang menyeluruh, tidak hanya ketika sedang mengurusi urusan organisasi, namun juga saat tampil sebagai pribadi individu di masyarakat.
“Di Muhammadiyah khususnya jajaran pimpinan jangan ada yang seperti pepatah Jawa wit gedang uwoh pakel atau omong gampang, nglakoni angel (mudah bicara, sulit mengamalkan).Tidak boleh juga seperti sarung plekat didondomi, iso nasihat ora iso nglakoni (bisa memberi nasihat tapi tak bisa menjalani),” tutur Mu’ti.
Sementara itu Penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Nur Cholis Huda MSi menambahkan, istilah pimpinan sudah baku di Muhammadiyah. Jadi tidak menggunakan pengurus.
Menurutnya, Muhammadiyah menggunakan pimpinan karena kepemimpinan di Muhammadiyah bersifat kolektif kolegial. Kata pimpinan juga memiliki makna tanggung jawab yang menyeluruh. “Sementara kata pengurus lebih bersifat sektoral, bagian per bagian,” katanya pada PWMU.CO, Selasa (22/8/2023).
Soal pengurus dan pimpinan itu pun lalu dipelesetkan begini: memang di Muhammadiyah tak ada pengurus, yang ada penggemuk. Karena pimpinan Muhammadiyah tak ada yang digaji. Justru yang banyak adalah mereka mendermakan pikiran, harta, dan tenaganya untuk Muhammadiyah.
Jadi, pimpinan Muhammadiyah itu tidak membuat organisasi kurus (kehabisan sumber daya), tapi sebaliknya bikin gemuk (hidup dan berkembang). Pengurus dipelesetkan penyebab kurus, tentu salah kaprah bahasa yang tak bisa diampuni, he-he-he … (*)