Kemiskinan Ekstrem Produk Liberalisme Ekstrem; Oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Kementerian PMK yang dipimpin Profesor Muhadjir Efendi mencanangkan Indonesia bebas kemiskinan ekstrim di tahun 2024. Pengertian Kemiskinan Ekstrem menurut BPS adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Kategori miskin ekstrem lainnya yaitu biaya kebutuhan hidup sehari-harinya berada di bawah garis kemiskinan setara dengan USD 1.9 PPP (Purchasing Power Parity), di bawah Rp. 10.739/orang/hari atau Rp. 322.170/orang/bulan. Misalnya 1 keluarga yang terdiri dari 4 orang (ayah, ibu, dan 2 anak), memiliki kemampuan untuk memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp. 1.288.680 per keluarga per bulan termasuk miskin ekstrim.
Setelah 78 tahun Merdeka munculnya kemiskinan ekstrem di Indonesia menjadi “noda” dalam pembangunan. Muncul dugaan jangan-jangan era milenial ini tanpa sadar justeru kembali ke masa kolonial Hindia Belanda. Sebelum Indonesia Merdeka, kemiskinan ekstrem dan keterbelakangan masyarakat sebagai hal biasa. Mirip dengan sifat fatalis yang menganggap kemiskinan sebagai takdir karena minimnya pengetahuan, termasuk menganggap penjajahan sebagai takdir.
Pemerintah penjajah yang hanya berkonsentrasi mengejar pertumbuhan ekonomi dengan memperbanyak perkebunan, industri gula, teh, kopi dan agro industri lainnya tidak punya konsep menyejahterakan kaum pribumi. Hal yang “wajar” karena pemerintahan dikendalikan bangsa asing, bukan oleh bangsa sendiri.
Bangsa yang merdeka selayaknya punya konsep sungguh-sungguh dalam menyejahterakan masyarakatnya. Kementerian PMK sebagai alat negara telah mengambil peran amanat UUD 1945 salah satunya memajukan kesejahteraan umum, termasuk menghilangkan kemiskinan ekstrem. Program Kementerian PMK dalam menurunkan kemiskinan ekstrem disebutkan antara lain melalui pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan dan pemberdayaan masyarakat serta pengurangan jumlah kantong-kantong kemiskinan dan diikuti dengan berbagai kebijakan afirmatif baik dari sisi refocusing anggaran, perbaikan data dan penyasaran. Jurus pamungkasnya penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi
Dr Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan menyebutkan bahwa Islam sangat menolak kemiskinan. Islam selain sebagai agama langit juga agama bumi untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial kemanusiaan. Kemiskinan ekstrem setidaknya masih menurut DR.Yusuf Qaradhawi sangat membahayakan akidah, membahayakan akhlak dan moral, mengancam kestabilan pemikiran, membahayakan keluarga serta mengancam masyarakat dan kestabilan negara. Untuk itu Islam mengajak umatnya peduli mengentaskan kemiskinan dengan cara antara lain bekerja, jaminan famili yang berkelapangan, zakat, jaminan baitul maal dengan segala sumbernya, berbagai kewajiban di luar zakat, sedekah sukarela dan kemurahan hati individu dan wakaf.
Tekad Kementerian PMK selaras dengan pendapat Dr Yusuf Qaradawi yang menolak pandangan kelompok fatalis atau jabariyah. Kelompok fatalis adalah kelompok yang menganggap miskin dan kaya adalah persoalan yang sudah pasti, suatu kadar ilahi yang tidak mungkin diubah. Kaya atau miskinnya seseorang ditentukan oleh Allah dan tidak seorang pun bisa mengubah ketentuan ini. Dengan demikian, hendaknya setiap orang menerima nasibnya dengan ikhlas.
Pandangan fatalis merupakan tembok penghalang upaya membenahi kondisi masyarakat yang rusak, , meluruskan nilai-nilai yang menyimpang, menegakkan keadilan, dan mewujudkan kesetiakawanan sosial. Kewajiban Islam untuk meluruskan pemikiran kaum fatalis yang telah dianut sebagian orang sejak dahulu. Langkah ini diperlukan agar Islam dapat menyempurnakan misinya untuk membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dan kemelaratan, menjamin hak pribadi dalam kehidupan bebas dan mulia, serta menegakkan solidaritas sosial.
Sikap fatalis mendekati pandangan kaum kapitalis liberal yang melihat kemiskinan sebagai salah satu musibah dan problem kehidupan. Yang bertanggung jawab untuk mengatasi kemiskinan adalah orang miskin itu sendiri. Masalah kemiskinan dianggap sebagai suratan nasib atau kadar. Masyarakat dan pemerintah tidak bertanggung jawab untuk mengatasinya. Setiap individu hanya bertanggung jawab terhadap dirinya; setiap orang bebas melakukan apa saja dengan hartanya.
Persyarikatan Muhammadiyah termasuk penentang konsep fatalis dan kapitalis. Sejak tahun 1912 Muhammadiyah hadir dengan semangat mengamalkan Surat al-Maun. Visi al-Maun dijalankan melalui misi tiga pilar utama di awal berdiri sampai hari ini menguatkan bidang pendidikan agama juga sains, kesehatan dan pelayanan sosial hadir mengatasi kemiskinan ekstrem produk sistem kolonialisme. Dengan membantu masyarakat miskin memperoleh pendidikan, kesehatan dan layanan sosial, Muhammadiyah ikut menyumbang terbentuknya kelas masyarakat baru pribumi muslim lebih berkualitas. Kualitas pribumi-pribumi lebih berpendidikan, beriman, bertakwa inilah yang mengantarkan masyarakat Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaannya.
Kolonialisme sebagai kondisi ekonomi politik bangsa yang dikendalikan bangsa lain, sehingga aturan-aturan yang dibuat bangsa tersebut mandul atau tidak berlaku. Masa penjajahan ditandai kuatnya dominasi oligarki V.O.C milik 17 saudagar bersama Kerajaan Belanda atas Kerajaan-kerajaan di Nusantara. Kerajaan-kerajaan di Nusantara yang mayoritas menjalankan syariat Islam berpadu dengan kearifan lokal adat istiadat masyarakat terkunci oleh undang-undang Kolonialisme. Dengan undang-undang tersebut segala bentuk penjajahan, eksploitasi sumberdaya alam, tanam paksa, perbudakan, kerja rodi dan sebagainya tampak “sah”.
Kolonialisme runtuh sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi api penyulut semangat nasionalisme kebangsaan. Berlanjut 18 Agustus 1945 lahir Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional dan Pancasila sebagai landasan ideologi. Keduanya menjadi naskah kesepakatan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku, bangsa, daerah, wilayah dan kerajaan. Kemiskinan ekstrem yang muncul menjadi bahan evaluasi komitmen yang tertulis dalam konstitusi. Konstitusi telah jelas memuat amanat penyelenggara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Komitmen Kementerian PMK akan berhasil jika didukung banyak kalangan sebagai program kerja semesta berencana menghapus kemiskinan ekstrem. DPR dan DPD yang tergabung dalam MPR selaku penjaga konstitusi sebagai garda terdepan menguatkan wibawa konstitusi dari rongrongan oligarki, kapitalisme dan liberalisme. Jika masuknya investasi besar-besaran bertajuk Proyek Strategis Nasional tidak kunjung mensejahterakan masyarakat untuk apa dibuatkan Undang-Undang Cipta Kerja, Minerba dan sebagainya?
Undang-Undang baru hasil rumusan DPR RI yang membuat UUD 1945 tidak berdaya untuk mensejahterakan masyarakat layak disejajarkan dengan undang-undang kolonial yang menyandera hukum masyarakat adat dan kerajaan. Undang-undang bernuansa liberal membentuk budaya liberalisme ekstrem di tengah masyarakat sebagai bentuk ketidakberdayaan negara melindungi rakyat dari kolonialisme baru. Liberalisme ekstrem bernama perdagangan bebas, pasar bebas dan sejenisnya yang dilindungi undang-undang “rasa” liberal layak digugat dengan semangat jihad konstitusi melibatkan seluruh elemen masyarakat. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni