PWMU.CO – Berdakwah jangan lagi pakai disket lama disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir dalam Rapat Koordinasi Nasional Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pusat di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jumat (25/8/2023).
Acara dihadiri utusan LDK PWM dari 31 provinsi serta perwakilan PDM di seluruh Indonesia.
”Dalam berdakwah jangan lagi pakai disket lama. Berdakwahlah ala qudri uqulihim, mulailah dengan ketulusan dan masuklah dengan kearifan agar dakwah kita diterima masyarakat,” kata Haedar Nashir.
Dia mengatakan, Islam yang kita hadirkan hendaklah adaptif terhadap keadaan tanpa kehilangan keislamannya.
Dia mengingatkan peserta Rakornas agar membaca dan memahami delapan point dari rumusan Risalah Pencerahan yang telah dirumuskan pada hasil rekomendasi Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu.
”Dakwah Komunitas inilah sebagai implementasi dakwah pencerahan, karena sejak awal Muhammadiyah yang dirintis Kiai Ahmad Dahlan sudah ada walaupun mengalami patahan-patahan dan diskontinuitas, namun dakwah komunitas merupakan hasil refleksi menjadi aksi,” tandasnya.
Haedar Nashir menekankan perubahan mindset dan paradigma dakwah berbasis komunitas di Muhammadiyah yang lebih kontekstual, transformatif, dan sesuai dengan objek dakwah yang beragam.
“Dakwah komunitas tidak mungkin kita lakukan jika kita tidak mentransformasi paradigmanya,” kata guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Haedar menyebut basis gerakan komunitas telah dirintis oleh Kiai Ahmad Dahlan dan penggerak Muhammadiyah generasi awal. Misalnya dengan pendirian PKO, panti sosial, rumah yatim, hospital, hingga lembaga pendidikan.
Semua institusi itu, kata dia berasal dari kekayaan paradigma Muhammadiyah dalam menafsir ulang Alquran dan hadis yang tidak normatif, dogmatis, dan sekadar teosentris sehingga gagasan yang dilahirkan oleh Kiai Ahmad Dahlan bersifat melampaui zaman (breaktrough).
Sayangnya, tradisi ini kata dia sempat mengalami penyempitan fokus pada amar makruf nahi munkar semata sehingga paradigma dakwah Muhammadiyah yang kaya mengalami kesan stagnasi. Padahal tujuan Muhammadiyah sebagai gerakan tidak hanya amar makruf nahi munkar saja, tapi juga pada aspek tajdid (pembaruan).
Agar memiliki jangkauan yang luas, Haedar juga berpesan supaya paradigma LDK beranjak dari kecenderungan lil-mu’aradhah (reaktif) pada paradigma dan pendekatan yang lil-muwajahah (konstruktif dan solutif) terhadap realitas di lapangan yang tidak selamanya ideal.
Pertimbangan strategi dakwah pun kata dia harus memiliki basis yang kaya sesuai Manhaj Tarjih; Bayani (teks/dalil), Burhani (ilmu pengetahuan), dan Irfani (hikmah).
“Jadi kalau mau ke dakwah komunitas, mindset kita harus berubah dalam memahami ayat dan hadis, lalu kontekstualisasinya harus bersifat sesuai dengan konsep pencerahan kita, yakni pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan,” ucapnya.
Menuju perubahan paradigma dakwah komunitas, Haedar menyebut Muhammadiyah memiliki modal melimpah berdasar pada corak yang dibangun oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan. Salah satunya adalah hubungan komplementer antara konsep amar makruf nahi munkar dalam Surat Ali Imran ayat 104 dengan gagasan khairu ummah pada Surat Ali Imran ayat 110. Khairu ummah sendiri dicirikan oleh Ibn Katsir sebagai umat tengahan yang menjadi saksi bagi umat manusia melalui kemanfaatan yang diberikannya.
“Ini konsep progresif sekali. Maka perlu perubahan. Nah, memahami ini penting bagi para pimpinan, khususnya yang bergerak di LDK agar paradigmanya tidak paradigma lama,” seru Haedar.
Jika perubahan paradigma dilakukan, Haedar optimis dakwah Muhammadiyah semakin mengakar dan menjangkau masyarakat luas.
“Jadi mohon dengan sangat, kita ubah mindset kita tentang dakwah, lebih-lebih menyangkut berdakwah komunitas. Jangan lagi pakai disket (metodologi) lama, nggak cocok,” pesannya.
Acara pembukaan Rakornas ditutup dengan pemberian cendera mata dari Ketua LDK Pusat Muhammad Arifin kepada Haedar Nashir dan Penandatanganan MoU antara Lembaga Dakwah Komunitas dengan Pesantren Hajjah Nurriyah Shabran UMS.
Penulis Suwandi Husaini Editor Sugeng Purwanto