Islam Progresif Beda dengen Islam Liberal
Dengan ini, saya hendak menyatakan bahwa pemikiran liberal dan progresif itu berbeda. Pemikiran liberal hanya bermain pada level wacana. Sementara pemikiran progresif melibatkan transformasi dari wacana, gagasan, atau ide menjadi tindakan atau aksi sosial. Dalam hal ini, almarhum Dr Moeslim Abdurrahman, yang dikenal sebagai mentor pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah, saat kegiatan Tadarus Pemikiran Islam di Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun 2003, dua dasawarsa yang lalu.
Kang Moeslim menjawab pertanyaan wartawan dan peserta Tadarus tentang apa yang membedakan pemikiran Islam liberal di Muhammadiyah yang dinisbahkan kepada Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) dengan Jaringan Islam Liberal (JIL) atau pemikiran Islam liberal lainnya. Kang Moeslim, begitu kami biasa memanggilnya, menjawab: “JIMM itu membela orang miskin dengan membaca basmalah, sementara pemikiran Islam liberal tidak membela orang miskin, dan tidak membaca basmalah.”
“Sebenarnya aku kecewa dengan teman-temanmu di JIMM, Boy.”
Dr Moeslim Abdurrahman
Terdengar seperti sebuah canda. Tetapi sebenarnya itu adalah refleksi paradigmatik Kang Moeslim yang melandasi tindakannya membentuk JIMM. Itu sekaligus menjadi pembeda bagi JIMM dan atau pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah dengan pemikiran liberal atau progresif lainnya. “Pembelaan kepada orang miskin” ini selalu kata kunci yang digaungkan oleh Kang Moeslim.
Maka salah satu doktrin terpenting JIMM di bawah asuhan Kang Moeslim adalah bagaimana melakukan pemberdayaan masyarakat marginal melalui refleksi intelektual. Dengan kata lain, Kang Moeslim tidak ingin menjadikan intelektualisme semata-mata sebagai latihan pemikiran pada tingkat kognitif. Lebih dari itu, intelektualisme, adalah dasar bagi tindakan sosial. Atau dalam bahasa Kang Moeslim kala itu ia sebut sebagai “refleksi intelektual.”
Saya semakin yakin akan diferensiasi pemikiran liberal di Muhammadiyah dan kelompok lainnya, ketika pada suatu saat, kurang lebih tiga bulan menjelang Kang Moeslim wafat, ia menyatakan sesuatu yang bagi saya mengagetkan. “Sebenarnya aku kecewa dengan teman-temanmu di JIMM, Boy.” Demikian kata Kang Moeslim. Dalam kekagaten dan setengah ragu, saya memberanikan diri bertanya, “Apa yang menjadikan Kang Moeslim kecewa?”
Baca sambungan di halaman 3: Pandangan Orang Luar