Pandangan Orang Luar
Kang Moeslim merespon bahwa salah satu tujuan yang ia bayangkan dengan membentuk JIMM adalah menempa kaum pemikir yang memiliki kepedulian pada pemberdayaan masyarakat marginal. Sementara yang terjadi, kata Kang Moeslim, aktivis JIMM ikut-ikutan terlibat dalam perang opini dan pemikiran yang tidak bermuara pada pemberdayaan masyarakat. Dengan setengah menyimpulkan saya mengkonfirmasi, “Jadi kira-kira, Kang Moeslim ingin agar JIMM ini menjadi agen bagi gagasan Islam Transformatif?” Dan seketika Kang Moeslim mengiyakan.
Sampai di sini, sebenarnya sudah bisa dibaca dengan jelas bagaimana pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah mengambil posisi yang berbeda dengan pemikiran Islam progresif (atau liberal) lainnya. Namun, jika pengakuan seperti ini lahir dari inner circle pasti bias dan bisa saja terjebak pada pembelaan diri. Maka, saya ingin menampilkan contoh persepsi dari outsider tentang pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah.
“Pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah berbeda dengan yang lain, karena di dalamnya ada teologi sosial pemihakan kepada masyarakat marginal.
Dr Azhar Ibrahim
Dr Azhar Ibrahim, seorang sarjana terkemuka di Asia Tenggara berkebangsaan Singapura, pada pertengahan tahun 2008 menghubungi saya untuk perbincangan akademik. Azhar saat itu sedang meneliti tentang teologi sosial Muslim progresif di Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia. Dia bertemu saya untuk menggali banyak informasi tentang JIMM.
Dari Singapura, Azhar tidak berangkat dengan tangan kosong. Ia membawa bekal berupa hipotesis. Hipotesis itu adalah bahwa ia menduga JIMM sebagai salah satu eksponen pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah berbeda dengan eksponen pemikiran Islam liberal pada umumnya. Namun, Azhar saat itu masih terus menguji hipotesisnya.
Pada akhirnya, beberapa tahun kemudian, Azhar mengonfirmasi temuannya. Menurutnya, pemikiran Islam progresif di Muhammadiyah berbeda dengan yang lain, karena di dalamnya ada teologi sosial pemihakan kepada masyarakat marginal. Tentu tidak dengan begitu saja itu bisa ditemukan dalam diri semua eksponen pemikir Islam progresif di Muhammadiyah.
Tetapi kiprah sosial pemikir-pemikir progresif Muhammadiyah dalam berbagai kegiatan sosial Muhammadiyah yang berorientasi humanitarian, menjadi bukti bahwa pemikiran dan aksi sosial Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan. Dan itulah ciri mendasar pemikiran Islam progresif Muhammadiyah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni