360 Sendi dalam Tubuh Kita, Gak Bahaya ta?

Direktur Rumah Sakit (RS) Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan dr Tjatur Priambodo Mkes menerangkan makna implisit dan eksplisit 360 sendi manusia di Masjid al-Millah Sidoarjo. 360 Sendi dalam Tubuh Kita, Gak Bahaya ta? (Istimewa/PWMU.CO)

PWMU.CO – 360 Sendi dalam tubuh kita, gak bahaya ta? Inilah tema menarik dalam Kajian Tematik rutin di Masjid al-Millah Sidoarjo, Selasa (29/8/2023) pagi.

Ustadz dr Tjatur Priambodo MKes mengajak jamaah ibu-ibu untuk mengkaji tentang ayat-ayat Allah yang ada di persendian manusia. Dia menerangkan, filosofi kedokteran Islam itu untuk mencari nikmat-nikmat Allah lainnya, terutama sistem yang ada di dalam tubuh manusia, yang sesungguhnya merupakan bagian nikmat dari Allah. “Jadi bukan sekadar menikmati nikmat Allah yang luar biasa banyak itu,” ujarnya.

Kemudian dr Tjatur mengajak jamaah berpikir, “Hidung kita kenapa kok menghadap ke bawah? Kenapa kok ndak ke atas? Ada maknanya. Supaya tidak kena air, air nggak langsung masuk. Supaya kalau kita berkeringat itu ndak masuk ke hidung.”

Dari contoh itu, dia menegaskan, Allah menciptakan dengan luar biasa. “Semua sudah punya skenario masing-masing, punya manfaat masing-masing. Termasuk kenapa telinganya ada dua, kok mulut satu. Semua itu scenario Allah itu ada maknanya, jadi gak ada yang Allah ciptakan itu sia-sia,” terangnya.

Maka, sambung dr Tjatur, dalam filosofi kedokteran Islam, manusia juga harus menyatukan antara keimanan dan keilmuan. “Kita harus terus belajar, terus meningkatkan pemahaman kita tentang apapun itu,” tutur Direktur Rumah Sakit Aisyiyah Siti Fatimah, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, itu.

Pesan al-Mujadilah ayat 11 pun dia sampaikan. “Dalam Islam, orang-orang yang beriman dan berilmu itu derajatnya diangkat oleh Allah itu tidak hanya di hadapan Allah saja, tetapi juga di mata manusia. Betapa orang-orang yang beriman dan berilmu itu punya tempat tersendiri di kalangan manusia,” imbuhnya.

Kata Rasul 360 Sendi

Selanjutnya, dr Tjatur menukil hadist riwayat Muslim nomor 1675: Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap manusia keturunan Adam diciptakan di atas 360 persendian.”

Terkait hadist ini, Dr Tjatur mengungkap, “Rasulullah mengatakan ini lebih dari 1400 tahun yang lalu. Itu menjadi berbahaya ketika apa yang Rasulullah sampaikan (360 jumlah sendi kita) ternyata pada penelitian-penelitian otentik terkait dengan ilmu itu–dalam hal ini kedokteran, wabil khusus ilmu ortopedi (ilmu tulang) atau ilmu tentang anatomi–ternyata tidak terbukti 360 jumlah sendi kita.”

Dampaknya, kata dr Tjatur, bisa menjadi bahaya. “Yang pertama, nanti apa yang Rasulullah sampaikan dianggap bukan sebagai sebuah kebenaran,” ungkapnya. Lebih lanjut, ada anggapan Rasulullah itu bukan utusan Allah. “Pada perjalanannya nanti juga Islam akan menjadi bagian dari bukan agama yang benar,” imbuhnya.

Dia lantas bertanya, “Tulang tengkorak ada sendinya tidak? Sebagian besar akan menjawab tidak ada. Lebih besar kepala atau jalan lahir? Seelastis-elastisnya jalan lahir itu masih besaran kepala.”

Dia lanjut mengajak jamaah berpikir, jika pada tengkorak tidak ada sendi, maka seorang ibu akan kesulitan saat persalinan. Dengan adanya sendi di tulang tengkorak, memudahkan seorang ibu melahirkan secara normal, menyesuaikan jalan lahir yang disediakan Allah SWT.

“Kalau kemudian kepala itu nggak ada sendinya berarti kan utuh tulangnya terus terobos ke jalan yang tidak lebih besar dari kepalanya itu, maka nggak bisa lahir. Kepala itu bisa overlap tulang-tulangnya itu jadi bisa mengecil dia walaupun tetap keras karena overlap sendinya itu. Maka tengkorak itu ada sendinya,” terangnya.

Baca sambungan di halaman 2: Definisi Sendi

Sketsa gerakan dalam shalat. 360 Sendi dalam Tubuh Kita, Gak Bahaya ta?

Definisi Sendi

Karena yang Allah atur itu luar biasa, maka untuk menggali benar-tidaknya apa yang Rasulullah sampaikan 1400 lebih tahun yang lalu itu, hal pertama yang harus dilakukan menurut dr Tjatur ialah membuat konsensus secara nasional-internasional terkait definisi sendi.

“Pikiran awam yang disebut sendi itu pokoknya bisa bergerak. Padahal ndak semua sendi itu bisa bergerak. Maka kemudian harus muncul terminologi sendi yang diakui secara internasional,” tegasnya.

Dia menyebutkan, sendi itu hubungan antar tulang yang memungkinkan terjadinya pergerakan. “Jadi sendi itu ada yang tidak bergerak. Pokoknya ada dua atau lebih tulang yang menyatu yang asalnya masing-masing tulang itu berbeda, maka itu yang disebut dengan sendi,” terangnya.

Alhasil, ada sendi yang tidak bergerak, gerakannya terbatas, dan gerakannya bisa banyak. Secara garis besar, sendi dibagi tiga: sendi mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Contohnya, sendi mati itu sendi yang ada di tulang tengkorak. Sendi kaku itu antar ruas tulang belakang, nggak bisa terlalu banyak gerak tapi bisa bergerak.

Adapun sendi gerak ini ada macam-macam, ada yang cuman bergeser di satu arah, ada yang bisa berputar, ada yang bisa kemana-mana, ada yang bisa hanya bergeser saja. “Untuk tulang belakang yang hubungannya dengan sendi gerak itu ada dua hal yang harus diperhatikan. Terkait dengan yang di leher dan di tulang belakang bagian pinggang,” tambahnya.

Dokter Tjatur menekankan, Allah menempatkan masing-masing sendi itu sudah sangat luar biasa presisinya. “Proporsinya pas, presisi sekali. Ada sedikit bergeser, akan ada gangguan di sana,” ungkapnya.

Allah memasangkan sendi itu dua tulang atau lebih. “Kalau satu tulangnya itu cembung, maka teman sendinya itu nanti cekung. Itu luar biasa. Kalau satu tulangnya belok ke kiri belok ke kanan nanti tulang sendi tulang yang mengikutinya juga belok ke kiri belok ke kanan. Satu sendinya datar, sendi yang lainnya juga datar,” imbuhnya.

Makna Eksplisit

Dokter Tjatur ini mengungkap, yang Rasulullah sampaikan terkait 360 sendi manusia itu merupakan kebenaran mutlak, terbukti dengan berbagai penelitian yang ada. Paling tidak ada dua peneliti professional. Prof Dr Zaghlul an Najjar membuktikan sains. Juga Dr Hamid Ahmad dalam Rihlah al Iman fi Jism al Insan yang melakukan penelitian ini.

“Penelitiannya berbeda-beda waktunya, bukan satu waktu kemudian meneliti bersama-sama. Masing-masing meneliti sendiri-sendiri. Ketemulah memang hasilnya sesuai dengan konteks internasional tentang terminologi atau definisi operasional. Dihitunglah masing-masing, ketemu semuanya 360 sendi yang ada di dalam tubuh kita ini. Maka terus kemudian kita perlu melihatnya secara teologis dalam pandangan Islam tentang sendi seperti apa yang tersampaikan tadi,” tuturnya.

Kesesuaian ini harapannya semakin menguatkan keimanan, keislaman, dan ketakwaan kita. “Bahwa memang Islam ini adalah agama yang memang autentik, betul-betul bukan buatan, dan memang ini menjadi petunjuk kita untuk kemudian kita bisa Allah pertemukan nanti di surgaNya kelak,” jelas dia.

Secara eksplisit, sambungnya, apa yang Rasulullah sampaikan itu kebenaran mutlak. “Ibaratnya sebuah gunung, puncaknya itu ya al-Quran dan hadist-hadist sahih. Itu puncaknya kebenaran. Apa yang tertulis di sana itu pasti menjadi sebuah kebenaran. Ilmu-ilmu pengetahuan dimulai dari ilmu ekonomi ya terbukti,” ungkapnya.

Baca sambungan di halaman 3: Makna Implisit

Direktur Rumah Sakit (RS) Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan dr Tjatur Priambodo Mkes menerangkan makna implisit dan eksplisit 360 sendi manusia di Masjid al-Millah Sidoarjo. 360 Sendi dalam Tubuh Kita, Gak Bahaya ta? (Istimewa/PWMU.CO)

Makna Implisit

Makna implisitnya, ternyata angka 360 secara konteks internasional merupakan sudut yang terbentuk dari satu putaran. “Jadi satu putaran jam itu terdiri dari 360 derajat. Maka kalau kemudian kita satukan pergerakan kehidupan kita itu ditopang oleh sendi-sendi yang memungkinkan bagi kita untuk melakukan gerakan itu,” terangnya.

Maka kemudian dengan pergerakan jam tadi itu bisa jam 1 jam, 2 jam, 3 jam. “Apa maknanya? Allah itu akan memperjalankan kita masing-masing pada jam-jam itu dan itu terserah Allah. Itu takdirnya Allah!” tegasnya.

Dia menekankan, “Peristiwa-peristiwa kecil dalam kehidupan kita, termasuk peristiwa-peristiwa hebat dalam kehidupan kita ini, semuanya sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Maka kita ini tinggal menjalaninya saja. Kita tinggal menjalani proses itu. Jadi kita harus ngikut saja sama takdirnya Allah. Karena kita tidak atau belum mengetahui takdir Allah sebelum kejadian itu menimpa kita.”

Pertanyaan retorik mencuat di kajian yang juga disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Masjid al-Millah Sidoarjo itu, “Apa yang harus kita lakukan?”

Menurutnya, terus bergerak dan kemudian berikhtiar yang terbaik untuk kehidupan kita. “Maka takdir terbaik seseorang adalah apa yang dialami saat itu. Maka apapun yang kemudian terjadi, kalau kita mengikuti skenario Allah itu akan mudah bagi kita untuk menjalani hidup ini.”

“Tetapi di saat kemudian kita menolak takdir, gak mau saya ndak mau berada di posisi itu, maka akan semakin kuat ketidaknyamanan itu muncul. Semakin hebat kita menolak, maka akan semakin tidak bahagia kita bertahan,” imbuhnya.

Dia mengajak jamaah untuk berikhtiar terbaik. “Kita harus bergerak menuju kebaikan-kebaikan itu. Sehingga suatu saat nanti, kalau kita dengan segala aktivitas kebaikan kita, ikhtiar-ikhtiar yang kita lakukan, ternyata Allah memperjalankan kita nanti ke titik itu, kita sangat ikhlas menerimanya. Karena ini bagian dari takdir Allah,” lanjutnya.

Syukur untuk Sehat

Apakah kemudian kita tidak kuat dengan hal itu? “Allah memperjalankan kita di situ itu sudah melalui skrining yang sangat hebat. Sudah dipilih orang per orangnya itu. Bahwa ini nanti mampu, saya beri sekian. Oh ini bisa saya beri sekian. Itu sudah dalam koridor skrinig matematis Allah yang luar biasa,” sambungnya.

Hebatnya, kata dr Tjatur, begitu kemudian kita bisa melewati fase itu, kita nanti Allah puncakkan lagi. “Semakin kita tidak menerima dengan kondisi takdir terbaik kita hari ini, maka akan semakin kita sulit untuk hidup Bahagia. Semakin sulit untuk hidup Bahagia, akan semakin sulit untuk bisa mendapatkan kesehatan yang optimal. Karena 80 persen lebih penyakit-penyakit yang ada di dalam tubuh manusia itu karena stress, tidak Bahagia!” tegasnya.

Akhirnya dia menyarankan, kalau pingin sehat, bersyukur karena nanti akan merasa bahagia dengan rasa itu. Katanya, “Orang-orang yang sakit itu kalau mau ditelisik Lebih detail lagi itu banyak yang karena mereka merasa tidak bahagia, merasa sulit untuk membuat dirinya sendiri bahagia kemudian menyikapi segala peristiwa itu dari sisi yang negatif.”

Menurutnya, kita bisa mengambil hikmah, takdir terbaik itu apa yang kita dapatkan hari ini. Secara implisit, betapa kehidupan kita ini akan diperjalankan oleh Allah sesuai dengan skenario besarnya Allah dan itu yang terbaik buat kita.

Baca sambungan di halaman 4: Makna 360 Lainnya

Direktur Rumah Sakit (RS) Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan dr Tjatur Priambodo Mkes menerangkan makna implisit dan eksplisit 360 sendi manusia di Masjid al-Millah Sidoarjo. 360 Sendi dalam Tubuh Kita, Gak Bahaya ta? (Istimewa/PWMU.CO)

Makna 360 Lainnya

“Ternyata 360 derajat itu, satu putaran itu, juga merupakan satu rakaat gerakan kita pada saat shalat. Pada saat kita berdiri 180, pada saat kita rukuk 90, dan pada saat kita sujud dua kali dalam satu rakaat itu 90 juga. Jadi 180 + 180 = 360,” ungkapnya.

Maknanya, kata dr Tjatur, aspek kehidupan kita itu dasarnya harus merupakan aplikasi dari salat kita. “Selama ada pergerakan dari seseorang, maka saat itu diwajibkan untuk shalat. Selama ada detak jantung yang bergerak itu wajib untuk shalat. Maka aturan shalat itu mulai sikap sempurna sampai terus kemudian hanya berdasarkan isyarat mata saja masih wajib,” jelasnya.

Dia juga menyampaikan, shalat itu harus teraplikasi dalam kehidupan di 360 derajat kehidupan. “Itu harus dilandasi oleh Shalat. Orang-orang yang sabar itu adalah produk dari doa yang benar. Kenapa kok terus kemudian sabar dulu, baru shalat belakangnya? Ditambahi lagi Allah membersamai orang-orang yang sabar padahal yang dihisab pertama kali adalah shalat?” tanya dia retorik.

Dalam takaran medis teologis, seseorang yang shalatnya benar itu pasti akan jadi orang
yang sabar. “Orang-orang yang sabar itu adalah orang yang merupakan produk dar shalat yang benar. Nah kemudian saat Allah membersamai orang yang sabar itu sesungguhnya artinya membersamai orang yang shalat,” ungkapnya.

Jadi kalau ada diantara kita yang rutin shalat fardhu dan sunnah ternyata kok mudah marah, maka ada yang salah dengan shalatnya. “Maka shalat kita harus diperbaiki. Itu bukan hanya dalam tataran doanya yang khusyuk, tapi jauh sebelum itu. Misalkan waktu respon antara adzan dan shalat itu berapa lama, berapa lama siap-siap berangkat ke masjid,” imbuhnya.

Dia juga mengungkap, shalat itu luar biasa pembelajaran sabarnya. “Pasti nggak ada yang berani kan kalau Imam belum salam jenengan salam duluan?”

Sesungguhnya, permasalahan-permasalahan yang ada dalam konteks hubungan kita dengan manusia yang lain itu timbul karena hilangnya kesabaran. “Permasalahan hubungan antar manusia pada awalnya hampir 100 persen itu karena kemarahan itu tadi,” terangnya. (*)

Penulis Dian Rahayu Agustina dan Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version