Lukisan Sang Kiai di Kantor PDM Kabupaten Pasuruan Selamat dari Api
Lukisan KH Ahmad Dahlan yang dilukis oleh Kang Badrie ini dibuat pada Februari 2016. Ketika itu PDM Kab. Pasuruan dipimpin Drs H Muhammad Okbah. Dia mempunyai permintaan kepada Kang Badrie untuk membuat lukisan sang kiai. Dengan dimodali Rp 2 juta rupiah untuk membeli kanvas dan pigora, maka jadilah lukisan sang kiai seperti terlihat di gedung dakwah. Memakan waktu satu pekan untuk menyelesaikannya.
Sebagai seorang pelukis, tentunya Badrie sangat bangga bisa diberi kepercayaan untuk membuat lukisan sang kiai, apalagi akan diletakkan di gedung dakwah kebanggaan Kabupaten Pasuruan. Ini merupakan hadiah spesial buat PDM kabupaten Pasuruan. Dia juga berharap lukisan ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk gambar resmi sang kiai, khususnya di kegiatan-kegiatan dakwah. Misalnya di kalender, banner acara, dan lain sebagainya.
Ketika terjadi musibah kebakaran di GDM Kabupaten Pasuruan pada Jumat (26/3/2021) siang yang melahap sebagian gedung lantai dua, ada hal-hal menarik yang dapat kita amati dari peristiwa kebakaran itu. Salah satunya adalah lukisan sang kiai (KH. Ahmad Dahlan) karya Kang Badrie seniman lukis Kabupaten Pasuruan selamat tidak terlahap api. Lukisan dengan ukuran 90×110 cm ini terletak di tembok pojok sebelah timur ruang kantor, lantai dua Gedung Dakwah Muhammadiyah Pasuruan ini. Ini salah satu kebanggaan PDM Kabupaten Pasuruan, karena mungkin satu-satunya PDM yang dikantornya ada lukisan sang kiai sebesar itu adalah PDM Kabupaten Pasuruan.
Badrie mengatakan, lukisan adalah salah satu barang yang berharga dan suatu karya monumental. Untuk membuat lukisan yang baik diperlukan situasi dan kondisi yang baik untuk bisa menyelesaikannya. Karena nantinya akan bisa mencurahkan segenap kemampuan dalam lukisan. Sehingga apabila terbakar, maka akan sulit untuk menghasilkan karya yang sama sesuai yang diharapkan, karena tidak mudah. Maka dia benar-benar bersyukur kepada Allah lukisannya bisa selamat.
Pameran Seni Rupa “Rindu Langit Rindu Bumi”
Di tahun 2013 melalui Majelis Dikdasmen Kabupaten dan Kota Pasuruan, Badrie bekerjasama dengan Kurator Dr Djuli Djatiprambudi bersama 34 Pelukis terbaik Jawa Timur dan 2 orang pelukis perwakilan LSBO pusat menggelar sebuah ajang besar bertajuk “Rindu Langit Rindu Bumi”. Kegiatan ini diselenggarakan pada 5-12 Januari 2014 di Gedung Yon Zipur 10 Jl. Balaikota Pasuruan Jawa Timur.
Pameran ini merupakan sebuah kerja kolaborasi Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kota dan kabupaten Pasuruan serta para seniman yang diberi nama Siluet, dengan Badrie sebagai ketua panitianya. Siluet adalah pencitraan yang terbangun oleh perbedaan cahaya yang signifikan. Di momentum ini karakter personal terabaikan. Yang jelas, siluet adalah fenomena alam yang paling indah. Kita semua tahu sunset dan sunrise di kaki langit adalah impian para pelancong. Dan d isinilah kami belajar memahami apa yang diajarkan Tuhan pada kita berupa perbedaan.
Pasuruan diberi hadiah oleh Allah SWT berupa perbedaan-perbedaan. Sejuknya pegunungan Tretes dengan teriknya Lekok dan Alas Tlogo. Biru langit di atas umbulan yang mampu merekatkan pegunungan batu dengan hijau langit di atas Bangil yang memukau sekawanan walet dan hiruk-pikuk pencari nafkah dengan keheningan para pelaku tarikat. Namun, kita harus tahu bahwasannya perbedaan ini merupakan aset yang sangat mentah. Minyaknya masih belum diurai dan diklasifikasi serta emasnya masih belum dilepaskan dari konsekuensi logis yang tidak mudah.
Pameran ini melibatkan 34 perupa yang diundang dari berbagai kota. Di antaranya Pasuruan, Batu, Malang, Banyuwangi, Mojokerto, Surabaya dan Yogyakarta. Menurut Djuli Djatiprambudi hal ini untuk memahami dan menghayati paradoks-paradoks kehidupan, terutama paradoks dalam praktik beragama sebagai persoalan sosial budaya, bahkan mungkin persoalan beragama itu sendiri.
Harus diingat, ketika agama dipraktikkan dalam kehidupan nyata, maka sesungguhnya kita sedang mempraktikkan tafsir kita atas agama yang kita yakini dengan tidak mengelak atas kreativitas budidaya (budaya) kita. Artinya, praktik beragama sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dengan praktik berbudaya. Agama dalam titik ini menjadi sumber rujukan bagi kebudayaan. Adapun kebudayaan adalah pengejawantahan tafsir manusia atas agama. Dengan demikian, beragama tidak bisa dilepaskan dengan berbudaya.
Pameran ini diharapkan para perupa dapat menghadirkan rasa rindu kita pada langit (yang telah lama diselewengkan sekedar menjadi topeng-topeng kehidupan) dan pada bumi (yang telah lama didzalimi atau dieksploitasi untuk mereguk laba duniawi sebanyak-banyaknya). Rasa rindu pada langit dan pada bumi dalam kehidupan sekarang perlu disatukan lagi dan menyatu dalam hubungan tritunggal (bhurloka-bhuwarloka-swarloka) sebagaimana diekspresikan secara simbolik pada seni rupa tradisional yang artefaknya terbentang luas di bumi Indonesia yang kita cintai.
Sayangnya, prinsip-prinsip estetik yang mengungkapkan secara simbolik mikrokosmos, makrokosmos, dan metakosmos dalam praktik seni rupa sekarang makin kabur jelek-jeleknya. Dengan memposisikan rasa estetik dalam hubungan tritunggal, pameran ini justru ingin menegaskan pentingnya capaian rasa estetik yang tak dianggap penting dalam seni rupa kontemporer.
Pameran Seni Rupa “Derik”
Pameran Dentuman di Atas Terik (Derik) diselenggarakan di K Gallery Hotel, Desa Duren Sewu KM 3 Klagen, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pameran ini berlangsung mulai 15-23 Januari 2022, diinisiasi oleh dua komunitas seni yang ada di Pasuruan Raya yaitu Kuas Patis dan Pawitra.
Berbagai karya disajikan dalam pameran ini. Mulai dari lukisan, grafis, video art, seni instalasi, dan patung. Total ada 32 karya para seniman yang dipamerkan. Menurut Badrie, panitia penyelenggara pameran seni ini mengatakan bahwa pameran kali ini terwujud karena adanya gesekan-gesekan dalam artian positif dari masing-masing seniman untuk menghasilkan karya yang produktif, melalui proses bedah karya dan pendampingan.
Derik dalam KBBI berarti tiruan bunyi papan bersanggit, bunyi tersebut seperti bunyi pintu yang mengenai lantai, suaranya bisa sangat menggelikan dan mengganggu pendengaran. Badrie menambahkan, keikutsertaan dirinya dan Toni Ja’far yang juga anggota LSBO, menandakan bahwa Muhammadiyah juga peduli dengan kesenian. Keduanya sangat berperan besar atas terwujudnya pameran ini.
Baca sambungan di halaman 5: Pameran Seni Rupa “Nyanyi Sunyi”