Dakwah Berkesenian Melalui Proyek “Mural Kapal”
Mural kapal adalah sebuah proyek seni atau budaya yang berupa bangunan ruang interaksi antara seniman dan masyarakat setempat yang menjadi sasarannya. LSBO PDM Kabupaten Pasuruan berencana menerjunkan sekian seniman rupa yang dikawal oleh bagian dokumentasi baik foto, video maupun tulisan di sebuah masyarakat kampung nelayan di Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Sekian seniman itu diharapkan berinteraksi dengan warga masyarakat tersebut selama kurun waktu yang ditentukan. Interaksi tersebut harus dilakukan secara intens, sehingga bisa tertangkap apa yang menjadi impian masyarakat, karakter, pola pikir, hal-hal yang membuat mereka bahagia. Dan sebaliknya juga hal-hal yang membuat mereka tidak bahagia, etos kerja serta kemampuan survive dalam hidup mereka.
Hasil dari interaksi yang cukup intens itu diwujudkan dalam bentuk tulisan ilmiah, dokumen foto, dan video. Namun yang paling pokok adalah mentransfer hasil interaksi tersebut ke dalam bentuk desain mural kapal. Selanjutnya, para pemilik kapal boleh memilih desain-desain yang mereka sukai. Teknik pengerjaannya, para seniman membuat sketsa dan pewarnaannya harus bisa melibatkan masyarakat setempat.
Untuk mengisi keheningan sepanjang peroses pendampingan, diagendakan juga beberapa materi kegiatan. Di antaranya diskusi kebudayaan, berbagai lomba, dan pertunjukan seni baik yang tradisional maupun modern. Di ujung proyek mural ini akan ditutup dengan acara seremoni yang besar, di mana kapal-kapal yang sudah dimural akan dijadikan backdropnya.
Ruang-ruang interaksi semacam proyek mural kapal perlu dibikin sebanyak mungkin secara berkala dan berkelanjutan. Ruang interaksi juga bisa dimaknai sebagai sebuah kelas sekaligus laboratorium yang harus dipersiapkan oleh Muhammadiyah sebelum berbagai virus kebaikan ditebarkan.
Pencerahan dan perubahan harus bisa masuk melewati pintu yang menyenangkan. ‘Sampaikan kebenaran walaupun pahit’ tidak bisa diproyeksikan kepada objek dakwah semata. Jika itu tetap dipaksakan, maka penolakan kemungkinan besar terjadi. Pahit harus dimaknai sebagai upaya keras untuk menemukan pemahaman dan penguasaan teknik, serta strategi dakwah yang paling efektif.
Kecintaan terhadap perserikatan harus diwujudkan dalam amar makruf nahi munkar dengan target perubahan kehidupan yang lebih baik sekaligus di ridhai Allah SWT. Selebihnya adalah yang sejalan dengan karakter Muhammadiyah. Namun bukan berarti memaksakan kepada masyarakat untuk menerima kata Muhammadiyah. Hal demikian akan indah pada waktunya. Paling tidak Allah akan mencatatnya sebagai amalan maqbula.
Salah Posisi, Timing, dan Segmentasi
Salah posisi bermula dari over confidence memposisikan diri sebagai sang pencerah, sedangkan masyarakat diperlakukan semata-mata sebagai objek didik yang sama sekali tidak pernah dipahami strata dan keinginannya. Posisi yang menyentuh hirarki akan melahirkan rasa tidak nyaman di dalam sebuah hubungan. Sehingga risalah apapun yang dikabarkan akan dimentahkan sebelum sempat menyentuh hati dan pikiran masyarakat.
Salah timing adalah bentuk kecerobohan yang bermula dari ketidaksabaran seseorang untuk memulai sebuah tindakan yang tanpa mempedulikan kemungkinan suasana yang tidak menyenangkan yang lagi melanda sebuah kelompok masyarakat. Salah segmentasi adalah kurangnya observasi terhadap fakta kebutuan yang ada di masyarakat, dan kurangnya evaluasi terhadap materi-materi dakwah yang akan disampaikan.
Berkaitan dengan ini, KH Ahmad Dahlan telah memberikan keteladanan menarik dalam secuil kisah beliau pada saat dia tirah di Tosari (lereng gunung Bromo, Pasuruan). Ia datang di masyarakat yang mayoritas Hindu dengan adat istiadat yang kental tahayul, bid’ah, dan churafat (TBC), namun ia mampu hadir ke dalam bilik hati mereka sebagai sesama manusia yang senasib dan setara. Juga dalam keragaman budaya.
Meski dia datang ke sana dalam kondisi tetirah dari sakit, jiwa dakwahnya yang berenergi besar benar-benar tak bisa dibendung. Kerawanan fisiknya telah dilupakan. Beliau datangi orang-orang miskin, orang-orang yang mau kawin tapi tidak punya mahar, bahkan orang-orang yang mau menyelamati saudara yang meninggal tapi tidak punya cukup uang. Semua keluhan itu dijawab oleh beliau dengan cara yang memuaskan, setara, dan penuh persaudaraan.
Melalui cara demikianlah KH Ahmad Dahlan menyuntikkan serum obat TBC dengan tanpa meninggalkan rasa sakit sedikit pun pada masyarakat.
Fakta salah posisi, salah timing, dan salah segmentasi (S3) kerap kali didapati di tataran grass root (akar rumput). Gaya gerak di cabang dan ranting sering meniru gaya-gaya gerakan yang dipraktikkan oleh level hirarki di atasnya, meski segmentasinya berbeda.
Ormas saudara kita piawai sekali memainkan peran di wilayah bawah. Mereka memiliki banyak ruang interaksi yang dijadikan sarana mewujudkan keinginan-keinginan organisasi. Atsmofer karakter organisasi begitu menguasai di tingkat bawah, merambah sampai ke relung pikiran dan hati yang paling tersembunyi sekali pun. Menariknya, warga masyarakat yang sama sekali tidak mengerti organisasi, bahkan nama ketuanya saja tidak mereka kenal, tetapi dengan mantap lagi meyakinkan mengaku sebagai warga NU yang sejati.
Muhammadiyah kurang memiliki perangkat-perangkat semacam itu, sehingga pemikiran-pemikiran Muhammadiyah kurang berhasil mengakar ke bawah. Persarikatan Muhammdiyah dengan aset amal usahanya sekaligus kontribusi yang cukup besar buat negara dan bangsa, telah berhasil memiliki performa yang aduhai dan bargaining yang sangat meyakinkan. Mampu mandiri di sektor politik, sosial, dan ekonomi.
Namun di tataran bawah masih ada fakta-fakta yang cukup mengusik, yang membuat keberhasilan persarikatan belum bisa dirasakan secara utuh. Cabang dan Ranting adalah level hirarki yang paling bawah, namun memiliki peran yang paling besar dalam upaya pengembangan massa, lantaran keberadaanya yang berhadapan langsung dengan masyarakat.
Ujung tombak ini harus dirawat baik oleh persarikatan dan tidak boleh dibiarkan berjalan sendirian. Sharing yang ketat harus sering dilakukan dan diprioritaskan kepada cabang dan ranting yang tandus. Bukan malah sebaliknya, uforia pada kesuksesan pada cabang dan rating tertentu, kemudian beramai-ramai nimbrung di sana. Padahal seharusnya cabang dan ranting tandus lebih didukung, dalam hal anggaran maupun SDM.
Sebagai akhir dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah mempunyai sumbangsih besar dalam mendorong kemajuan dalam hal berkesenian. Karya-karya monumental dari Badrie mewakili begitu banyak seniman yang ada di Muhammadiyah. Ini menunjukkan Muhammadiyah punya kontribusi besar pada kebudayaan.
Karya resmi lukisan KH Ahmad Dahlan dan Siti Walidah adalah simbol Muhammadiyah sangat menghargai kesenian. Karya lukisan KH Ahmad Dahlan memainkan biola menjelaskan Muhammadiyah tidak anti berkesenian. Sepak terjang Badrie dalam memprakarsai dan mengadakan pameran seni rupa seperti Rindu Langit Rindu Bumi, Derik, dan Nyanyi Sunyi menunjukkan keseriusan Muhammadiyah dalam menggarap bidang kebudayaan. Semoga Muhammadiyah melalui Lembaga Seni dan Budayanya bisa semakin memajukan kemajuan bangsa melalui seni dan kebudayaan. (*)
Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni