PWMU.CO – Muhammadiyah NU seduluran, praktik toleransinya seperti diceritakan oleh Prof Dr KH Ahmad Zahro MA. Saat itu Rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang sekaligus Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya menyampaikan ceramah Kajian Ahad Pagi yang digelar Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Trenggalek di Desa Jombok, Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur,Ahad (3/9/2023).
Mengawali ceramahnya, Prof Zahro, sapaannya, menekankan bahwa setiap umat Islam adalah dulur, saudara; bukan tonggo (tetangga) atau konco (teman). “Sekarang adalah tahun politik, setiap tahun politik selalu ada odo-odo (huru-hara). Kita harus dewasa menyikapi semuanya. Pilihan kita tidak harus sama. Seperti bapak-bapak ibu-ibu yang memakai baju berbeda, tapi sebenarnya kita semua saudara. Kita akan makmur kalau rukun,” ujarnya.
Dia lalu bercerita tentang pengalamannya alias best prantice-nya berkaitan dengan seduluran atau persaudaraan sesama Muslim itu.
”Saya pernah bersama Anis Baswedan di pondoknya Pak Din Syamsudin Dea Malela (Sumbawa, NTB). Di sana, ketika adzan selesai berkumandang ada pujian. Pondok’e Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode bar adzan pujian (selesai adzan kok ada pujian). Iki Muhammadiyah cap opo?’ kelakarnya yang disambut gerrr hadirin.
Baca sambungan di halaman 2: Ditegur Din Syamsuddin