PWMU.CO – Program Inklusi Aisyiyah aktivasi influencer dan penulis untuk mengampanyekan gender equality (kesetaraan gender), disability (disabilitas), social inclusion (inklusi sosial) yang biasa disingkat GEDSI, Selasa (5/9/2023) pagi hingga sore.
Aktivasi berupa pelatihan ini digelar secara daring melalui Zoom maupun tatap muka di SM Tower Jalan Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Ada empat narasumber yang membimbing dan menyadarkan para peserta tentang perspektif GEDSI di ruang digital.
Pertama, Koordinator Program Inklusi Aisyiyah sekaligus Sekretaris Umum PP ‘Aisyiyah Dr Tri Hastuti Nur Rochimah SSos MSi memberikan penguatan Isu Gedsi. Kemudian, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Niki Alma Febriana Fauzi SThI Mus menerangkan Isu-Isu GEDSI dalam Perspektif Islam.
Di sesi berikutnya, ada influencer sekaligus content creator Kalis Mardiasih yang menjelaskan Strategi Influencing Isu GEDSI di Medsos. Terakhir, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi Bidang Media Sosial Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Nabhan Mudrik Alyaum mengungkap Desain Arsitektur Media Muhammadiyah.
Peserta pelatihan ini berasal dari berbagai kalangan, yaitu tim media PP Muhammadiyah-Aisyiyah, influencer terafiliasi Muhammadiyah, pengelola media ortom pusat, dan pengelola program Inklusi-Aisyiyah.
Peran Agensi
Tri awalnya menerangkan, penulis dan influencer yang hadir pagi itu merupakan agensi, orang-orang yang mempunyai kesadaran penuh menjadi agen pembawa perubahan pada keluarga, orang di lingkungan sekitar, hingga masyarakat. “Agensi punya kesadaran luar biasa terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, punya kemampuan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang,” ujarnya.
Di perkembangan digital yang luar biasa ini, Tri menyadari kehadiran mereka tidak hanya menjadi konsumen. “Tapi juga menjadi produsen sekaligus konsumen, ikut memproduksi informasi,” imbuhnya.
Dia pernah mengimbau kepada rekan-rekannya di Aisyiyah untuk memenuhi ruang-ruang website official dengan tulisan-tulisan Aisyiyah. Sehingga harapannya bisa menjadi rujukan bagi orang-orang ingin mencari data. “Websitenya diisi semua!” tuturnya.
Namun masalahnya, Tri mengungkap, masih sedikit yang mencintai produk digital dari Aisyiyah sendiri. “Berapa anggota Aisyiyah? 25 juta. Kenapa yang follow dan like kita belum ada melampaui 200 ribu? Ini pertanyaan besar!” tanya dia retorik.
Media mainstream saat menggambarkan GEDSI sering menggunakan stereotipe atau gambaran yang salah. “Perempuan sering digambarkan salah atau bahkan tidak digambarkan,” ungkapnya.
Dia sempat meneliti salah satu rubrik ‘Sosok’ di Kompas. Dari hasil pengamatannya, ada yang salah dalam menggambarkan perempuan dan kesuksesannya. “Bahkan film-film, iklan-iklan kita juga begitu. Ketika menggambarkan produk-produk susu formula, selalu perempuan yang digambarkan mengasuh anak. Mbok sekali-sekali laki-laki yang ngasih susu,” terangnya.
Artinya, banyak yang masih menggambarkan perempuan keren sebatas pada hal-hal domestik. Dia menegaskan, mestinya jangan berhenti di situ. Begitupula ketika film-film Korea menggambarkan perempuan Muslim shaleh berkemajuan, sambungnya, selalu digambarkan berkerudung panjang.
Menurutnya, kesadaran-kesadaran ini muncul karena masyarakat telah mengonsumsi ‘teks-teks’ di iklan, film, maupun media sosial. Maka dari itu, dia menilai agensi ini perlu hadir untuk membawa perubahan dengan berperspektif GEDSI yang tepat. “Teman-teman influencer ini yang harus (meluruskan), ini nggak benar penggambaran seperti ini,” ujarnya.
Dewas Pers pun kini diharapkan sudah melek isu GEDSI. “Wartawan-wartawan yang lulus uji kompetensi itu juga harus punya perspektif gender dan GEDSI. Itu sudah menjadi materi uji. Ini menjadi isu besar ketika bicara tentang kesejahteraan, keadilan,” ungkapnya.
Baca sambungan di halaman 2: GEDSI