5 Fakta tentang Baby Blues, Penjelasan Pakar Umsida, Penulis Romadhona S.
PWMU.CO – Viral di media sosial tentang seorang ibu yang akan membuang bayinya di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ibu tersebut nekat melakukan percobaan bunuh diri dengan cara membawa bayi di rel Kereta Rangkaian Listrik (KRL). Banyak warga internet yang berasumsi bahwa ibu tersebut mengalami baby blues.
Pada sebagian orang mungkin menanyakan apakah itu sesuatu yang benar-benar terjadi atau hanya kelainan ibu? Atau mungkin hanya keadaan yang dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu. Berikut hasil PWMU.CO dengan Lely Ika Mariyati MPsi Psikolog, pakar psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
1. Pengertian Baby Blues
Lely menjelaskan, baby blues adalah situasi emosi yang tidak nyaman yang terjadi pada ibu setelah melahirkan. Kondisi ini terjadi beberapa hari hingga sekitar dua pekan pascamelahirkan yang diakibatkan oleh perubahan hormonal. Hal itu tentu membuat sang ibu merasa tidak nyaman.
“Kondisi ini biasanya berangsur-angsur menghilang secara alami tanpa ada treatment khusus. Rasa tidak nyaman bisa dalam bentuk lelah tapi tidak bisa tidur, kecemasan terjadi sesuatu pada diri dan bayi sehingga sering diamati tanpa ada dasar yang pasti, bingung, tiba-tiba menangis, dan lainnya,” ujarnya.
2. Apa Baby Blues Termasuk Gangguan Kecemasan?
Baby blues memang mengganggu emosi dan pikiran ibu setelah melahirkan. Namun, Lely menerangkan jika baby blues tidak masuk dalam kategori gangguan kecemasan walaupun ciri-cirinya mirip dengan depresi ringan. Gejala baby blues yang menguat setelah dua minggu pascakelahiran dapat dikategorikan dalam gangguan psikologi yang disebut dengan depresi pasca melahirkan.
Situasi depresi pasca melahirkan, sambungnya, dapat terjadi karena situasi lain selain hormon tersebut. Misalnya situasi tekanan lingkungan, ketidaksiapan, dan kondisi ibu itu sendiri. Jadi sangatlah berbeda baby blues dengan depresi pascamelahirkan.
Baca sambungan di halaman 2: Antisipasi Baby Blues