3. Antisipasi Baby Blues
Untuk mengantisipasi kejadian baby blues, diperlukan beberapa pihak sebagai pendukung kondisi mental sang ibu. Kesiapan ibu dan dukungan sosial khususnya keluarga dan tim medis di sekitar ibu pasca melahirkan memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini.
“Tim kesehatan dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang akan dihadapi ibu pasca melahirkan. Selain itu, adanya tim medis juga sebagai wadah bagi ibu pasca melahirkan agar bisa menyampaikan semua hal yang dirasakan dan dipikirkan untuk mendapatkan bantuan dan informasi yang tepat sebagai modal kesiapannya,” tandas Lely.
4. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga khususnya suami adalah support system yang paling dekat dengan sang ibu. Suami bisa membantu hal-hal kecil yang ibu butuhkan. Seperti membereskan rumah, membantu menidurkan bayi, bergantian menjaga bayi, dan beberapa pekerjaan rumah lainnya.
Anggota keluarga lainnya juga ikut membantu tugas-tugas ibu dalam perawatan diri dan bayinya, seperti menemani ibu saat menyusui di malam hari, membantu mengganti popok, membereskan kebutuhan bayi disaat ibu mengalami kelelahan, dan lainnya.
“Jika ciri-ciri depresi pasca melahirkan yang muncul sebaiknya keluarga membawa individu ke profesional seperti psikolog, psikiater atau di polijiwa, diharapkan akan mendapatkan pengobatan sedini mungkin,” lanjutnya.
5. Dampak Baby Blues
Ahli Psikologi ini mengatakan, dampak baby blues yang mengarah pada depresi pascamelahirkan tidak hanya pada ibu, namun juga pada si anak. Bayi membutuhkan rasa aman dari lingkungannya dan hubungan emosional yang positif dengan pengasuhnya dalam hal ini ibu. Situasi hubungan ini akan menjadi modal bayi dalam mengembangkan kepribadiannya ke tahap selanjutnya.
“Bagi bayi yang berkembang secara aman, maka dapat mengembangkan diri menjadi anak yang mandiri dan eksploratif. Sedangkan anak yang berkembang kurang aman dengan lingkungan akan berkembang pada pribadi yang malu dan perasaan takut untuk bereksplorasi,” ujar Lely. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni