PWMU.CO – Foskam Ujungpangkah Gresik Jawa Timur mengadakan acara Pembinaan Implementasi Kurikulum Merdeka di MI Muhammadiyah 6 (Mimsix) Sekapuk Ujungpangkah Gresik, Ahad, (3/9/2023).
Kegiatan ini diikuti guru kelas 1 dan 4, Kepala Madrasah, dan Waka Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhammadiyah Se-Kecamatan Ujungpangkah. Hadir sebagai narasumber Kepala SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Ria Pusvita Sari MPd.
Ketua Forum Silaturrahmi dan Komunikasi Kepala Sekolah Muhammadiyah (Foskam) Ujungpangkah, Muhammad Wasil SPdI menjelaskan alasan diadakannya pembinaan ini, karena implementasi kurikulum merdeka di Kemendikbud sudah masuk di tahun kedua atau ketiga, namun di Kementerian Agama baru masuk di tahun pertama, jadi masih perlu banyak pembinaan.
“Kita ingin memajukan madrasah di Ujungpangkah dengan cara mengadakan pembinaan implementasi kurikulum merdeka. Ini agar tidak tertinggal dengan madrasah di daerah lainnya, kita berharap semuanya berimbas kepada anak didik kita, sehingga kita tidak dianggap tertinggal dari SD atau madrasah yang lain,” ungkapnya.
Mengawali materinya, Ria Pusvita Sari MPd melontarkan pertanyaan kepada para peserta mengenai kegiatan penyambutan siswa baru di masing-masing sekolah. Kemudian masing-masing perwakilan madrasah maju untuk menjelaskan kegiatan mereka.
Setelah mendengarkan masing-masing kegiatan dari semua madrasah, Ustadzah Vita -sapaan akrabnya- menjelaskan bahwa kegiatan penyambutan siswa baru atau seringkali dikenal Masa Ta’aruf Siswa Madrasah (Matsama) menunjukkan madrasah tersebut sudah menjalankan transisi PAUD SD.
“Dan itu merupakan salah satu implementasi kurikulum merdeka, jadi madrasah tinggal memperbaiki kedepannya,” jelas Vita.
Perlu Penyempurnaan Transisi PAUD SD
Dia juga mengatakan, transisi PAUD SD seharusnya harus dilakukan selama 2 pekan, namun kebanyakan madrasah masih menjalankan selama 3 hari, jadi perlu penyempurnaan.
“Selain itu, guru harus mengetahui apakah ada atau tidak anak berkebutuhan khusus di kelas. Jika di kelas ada anak berkebutuhan khusus, maka jangan disamakan proses asesmen atau penilaiannya, karena harus disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut,” imbuhnya.
Menurut Vita, nak yang lambat menerima pelajaran di hampir semua pelajaran, dapat dikatakan anak tersebut berkebutuhan khusus, jadi bukan hanya anak autis, ADHD atau yang lainnya.
“Jadi kenapa asesmen harus dibedakan, supaya adil bagi anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dan harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Jadi anak tersebut juga merasakan dapat nilai 100, sehingga anak bisa merasakan senang dan bangga,” tambahnya.
Dia juga menegaskan, dalam proses mengajar guru harus kreatif, dapat membuat proses belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan, serta tidak melulu menyuruh anak mengerjakan buku paket.
“Yang penting capaian pembelajaran bisa terpenuhi, bisa dengan mengaitkan pembelajaran dengan benda-benda yang ada di sekitar siswa, atau bisa dengan mengombinasikan dengan nyanyian, sehingga anak-anak mudah mengerti tanpa merasa bosan,” paparnya.
Vita mengingatkan, guru harus mengubah mindset, bahwa anak-anak belajar itu tidak harus duduk anteng, pulang membawa nilai.
“Kenapa? Karena sehari-hari di kurikulum merdeka adalah proses formatifnya anak-anak. Formatif adalah apa yang didapat anak-anak saat ini, digunakan guru untuk memperbaiki pembelajaran besoknya,” pungkasnya. (*)
Penulis Indah Purnama Sari Editor Nely Izzatul