Sejarah Berulang
Berabad lamanya, sebelum hadir negara bernama Indonesia, masyarakat pribumi Jawa, Sunda, Bali, Melayu, dan pendatang Arab serta Cina diatur oleh sistem pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pemerintahan kolonial dibentuk untuk melayani investor asing mengembangkan bisnis di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan seluruh area di Nusantara. Pemerintah kolonial yang berorientasi pada penanaman modal tidak memiliki konsep memajukan kualitas pendidikan, kesehatan, sampai ekonomi penduduk lokal.
Populasi penduduk lokal yang melimpah sekadar diincar sebagai pasar dan sumber tenaga kerja yang murah. Era kolonial dikenal dengan masa kerja rodi dan tanam paksa (cultur stelsel), bekerja dengan upah rendah dan pemaksaan menanam tanaman ekspor mengambil lahan serta jam kerja masyarakat petani pemilik lahan.
“Ketika aparat keamanan polisi, TNI, Satpol PP, dan lain-lain tampil bak tentara KNIL pemerintah Hindia Belanda.”
Praktik ekonomi, politik, investasi yang tidak adil dan nyaris abadi dengan kualitas sumber daya manusia pribumi dibiarkan rendah. Kehadiran kaum terpelajar hasil politik etis mulai abad ke-20, juga kehadiran organisasi Budi Utomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, NU, dan lain-lain membangkitkan kesadaran adanya ketidakadilan sistem ekonomi politik yang dijalankan pemerintah kolonial.
Puncak kesadaran yang melahirkan kemerdekaan bangsa pribumi dari penjajahan asing pada 17 Agustus 1945. Di tahun 2023, saat perayaan kemerdekaan memasuki usia ke-78 apakah model negara kolonial kembali hadir? Ketika aparat keamanan polisi, TNI, Satpol PP, dan lain-lain tampil bak tentara KNIL pemerintah Hindia Belanda, yang dibentuk untuk mengawal kepentingan para pemodal, bukan lagi berwatak BKR, Badan Keamanan Rakyat bentukan pendiri NKRI.
Baca sambungan di halaman 3: Lupa Cita-Cita Kemerdekaan