Tak Kenal Thaharah tapi Bersih
Mereka tidak kenal ajaran annadhafatu minal iman, tapi mereka bisa hidup bersih dan rapi. Mereka tidak mengaji fikih thaharah sebagaimana di PEM Gondanglegi, tapi mereka sangat peduli dengan air dan kesehatan. Demikian pula mereka tidak mengenal mankana yukminu billahi wal yaumil akhiri falyukrim dhaifahu, tapi mereka sangat menghormati dan memuliakan tamu. Jauh hari sebelum pesawat mendarat mereka sudah berkirim informasi walau sebatas hello say.
Tak terasa sembilan puluh menit bincang santai “ayatul kauniyah” Guangzhou China berlangsung begitu saja tanpa desain konten sebagaimana dalam kurikulum merdeka. Transfer knowledge dan nilai-nilai religius berlangsung dan mengalir begitu saja. Hal ini tentu sangat berarti bagi santri milenial agar terdorong untuk melanglang dunia sebagaimana yang diharapkan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, D. KH M Sa’ad Ibrahim MA.
Santri Muhammadiyah itu, kata mantan Ketua PWM Jawa Timur pada saat saya silaturrahmi ke kediamannya di kawasan perumahan Sengkaling Dau Malang, perlu diberi sarana yang luas untuk berkeliling dunia. Baik untuk keperluan berlomba, menuntut ilmu, atau mencari perkerjaan. Setelah itu, mereka tidak perlu pulang ke tanah air, tapi tetap tinggal di sana, bekerja, menikah, berketurunan dengan penduduk setempat dan menjadi pendakwah dan penyebar Islam.
Saking asyik berbincang santai bersama santri PEM Gondanglegi, Mrs., Alvi Lie, panitia lomba robotic yang ditugasi menjemput saya dan rombongan sudah berada di depan pintu sekolah, Guangzhou Tourism Commerce and Trade Vocational School. “Wah luar biasa sekolahnya seperti kampus saja: besar, megah, bersih dan luas, “ Seloroh Nando dengan nada keheranan saat kaki menginjak tanah sekolah vokasi ini.
“Semoga PEM Gondanglegi suatu saat nanti akan tampil lebih baik, lebih hebat dan lebih maju dibanding sekolah milki Mrs. Alvi Lie di Guangzhou China, “Sahut saya sekenanya dengan nada penuh harap pada Sang Khalik Allah SWT. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni