Di Guangzhou China, Sekolah Vokasi seperti Kampus

Mudir PEM Gondanglegi KH M Fahri SAg MM (kanan) bersama santri PEM Gondanglegi Nando. (Fahri for PWMU.CO)

Di Guangzhou China, Sekolah Vokasi seperti Kampus Oleh KH M. Fahri SAg MM Direktur Pesantren Entrepreneur Muhammadiyah (PEM) Gondanglegi

PWMU.CO – Kesempatan langka bagi saya dapat melihat Guangzhou China dari atas pesawat. Keterlambatan pesawat Air Asia ternyata membawa hikmah bagi saya dan rombongan robotik. Guangzhou kota yang rapi, tertata, indah dan mempesona.

Hamparan lahan pertanian tampak hijau ranum, seperti lereng gunung Semeru dan gunung Kawi di Malang. Bedanya pertanian di Guangzhou digarap dengan teknologi pertanian yang modern sedangkan petani di lereng Semeru masih digarap secara tradisional dan jadul (zaman dulu). Mungkin ini penyebab anak milenial Indonesia tidak tertarik menjadi petani.

Kelokan sungai dan garis lurus jalan tol sesekali menembus pegunungan Guangzhou. Building tinggi pencakar langit bertebar di mana-mana. Atap gedung tinggi tersebut, di-cover dengan panel surya yang menghasilkan energi listrik terbarukan.

Sepanjang roda mobil berputar yang menjemput kami dari Bandara Internasional Baiyun Guangzhou China menuju arena International Robotic Competition Guangzhou 2023, mata disuguhi dengan pemandangan yang serba indah dan serba wah. Jalan bersih tanpa sampah. Jalan mulus tak bergelombang. Kanan kiri bertabur bunga warna-warni harum merekah. Semua memanjakan mata yang melihatnya.

Di dalam mobil yang berpenumpang empat orang sudah termasuk sopir, saya berbincang santai bersama kedua santri Pesantren Entrepreneur Muhammadiyah (PEM) yang juga siswa SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi, Hafiz Maulana Fernando dan Al Alifia Nadhira Akbar, dalam hal kebersihan, kerapian, ketertataan dan kedisiplinan orang Guangzhou China.

Baca sambungan di halaman 2: Tak Kenal Thaharah tapi Bersih

Tak Kenal Thaharah tapi Bersih

Mereka tidak kenal ajaran annadhafatu minal iman, tapi mereka bisa hidup bersih dan rapi. Mereka tidak mengaji fikih thaharah sebagaimana di PEM Gondanglegi, tapi mereka sangat peduli dengan air dan kesehatan. Demikian pula mereka tidak mengenal mankana yukminu billahi wal yaumil akhiri falyukrim dhaifahu, tapi mereka sangat menghormati dan memuliakan tamu. Jauh hari sebelum pesawat mendarat mereka sudah berkirim informasi walau sebatas hello say.

Tak terasa sembilan puluh menit bincang santai “ayatul kauniyah” Guangzhou China berlangsung begitu saja tanpa desain konten sebagaimana dalam kurikulum merdeka. Transfer knowledge dan nilai-nilai religius berlangsung dan mengalir begitu saja. Hal ini tentu sangat berarti bagi santri milenial agar terdorong untuk melanglang dunia sebagaimana yang diharapkan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, D. KH M Sa’ad Ibrahim MA.

Santri Muhammadiyah itu, kata mantan Ketua PWM Jawa Timur pada saat saya silaturrahmi ke kediamannya di kawasan perumahan Sengkaling Dau Malang, perlu diberi sarana yang luas untuk berkeliling dunia. Baik untuk keperluan berlomba, menuntut ilmu, atau mencari perkerjaan. Setelah itu, mereka tidak perlu pulang ke tanah air, tapi tetap tinggal di sana, bekerja, menikah, berketurunan dengan penduduk setempat dan menjadi pendakwah dan penyebar Islam.

Saking asyik berbincang santai bersama santri PEM Gondanglegi, Mrs., Alvi Lie, panitia lomba robotic yang ditugasi menjemput saya dan rombongan sudah berada di depan pintu sekolah, Guangzhou Tourism Commerce and Trade Vocational School. “Wah luar biasa sekolahnya seperti kampus saja: besar, megah, bersih dan luas, “ Seloroh Nando dengan nada keheranan saat kaki menginjak tanah sekolah vokasi ini.

“Semoga PEM Gondanglegi suatu saat nanti akan tampil lebih baik, lebih hebat dan lebih maju dibanding sekolah milki Mrs. Alvi Lie di Guangzhou China, “Sahut saya sekenanya dengan nada penuh harap pada Sang Khalik Allah SWT. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version