Dakwah Berbasis Data
Selanjutnya bagaimana warga dan jajaran pimpinan Muhammadiyah menyikapi hasil surveiLSI yang berbau politik. Jika dipakai untuk melakukan tawar-menawar posisi, komisi dan kursi jelas kurang laku. Tetapi jika dipakai sebagai acuan merancang gagasan NKRI ke depan berdasarkan kesetiaan warga Muhammadiyah pada Pancasila bisa selaras dengan agenda politik kebangsaan yang menjadi pakem Persyarikatan. Juga keinginan warga Muhammadiyah yang cukup tinggi dalam mendekatkan politik dengan agama, perlu dikaji sehubungan dengan isu politik identitas, suku, agama, ras dan antar golongan.
Kegiatan survei LSI yang menjadikan warga Muhammadiyah sebagai objek penelitian bisa menjadi inspirasi untuk memulai budaya kerja berbasis data. Arus utama kegiatan dan konsentrasi Muhammadiyah di bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kesehatan perlu lebih banyak lagi tersaji dalam data.
“Dengan menjadikan warga Muhammadiyah sebagai objek survei LSI sejak 2005 menunjukkan warga Muhammadiyah merupakan objek data yang menarik.”
Begitu juga niat baik membangun ekonomi sebagai pilar baru, lebih bernas jika dikerjakan dan diperjuangkan berbasis data. Jika LSI melakukan survei berdasarkan kecenderungan politik, masing-masing majelis dan lembaga di Muhammadiyah bisa memulai survei sesuai bidang garap masing-masing.
Akhir kata, dengan menjadikan warga Muhammadiyah sebagai objek survei LSI sejak 2005 menunjukkan warga Muhammadiyah merupakan objek data yang menarik. Setidaknya LSI punya data base tentang warga Muhammadiyah sebagaimana hasil di atas.
Bagaimana dengan Muhammadiyah sendiri? Sejauh mana data warga dan amal usaha senantiasa ditanfidh dan diupdate demi kemajuan ormas dari waktu ke waktu. Sayang beribu sayang jika orang di luar Muhammadiyah tertarik melakukan survei warga Muhammadiyah, sementara Muhammadiyah menganggap warga dan amal usaha sebagai objek biasa saja. Sudah waktunya membangun budaya dakwah dan kerja berbasis data, bukan hanyalillahita’ala. Wallahualambishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni