Putar Kembali Film G 30 S/PKI
Jika masyarakat marah terhadap orang-orang PKI itu merupakan reaksi dari perilaku kejam orang PKI sendiri yang selalu menusuk bangsa ini dari belakang. Karena itu banyak yang heran ketika tiba-tiba pemerintah berencana minta maaf kepada orang PKI yang dianggap sebagai para korban HAM berat.
Kebijakan itu memang bisa menyakiti perasaan masyarakat yang dulu bergerak melawan PKI. Mereka bersama ABRI seakan disalahkan sebagai pelaku pelanggaran HAM berat. Pemerintah dianggap hanya melihat reaksi, bukan menelusuri pada aksi. Bukan melihat mengapa reaksi itu terjadi.
“Maka ada baiknya setiap bulan September diputar kembali film G 30/S di sekolah agar mereka paham tentang kekejaman komunis.”
Bagi mereka yang lahir setelah tahun 60-an maka bisa jadi tidak merasakan betapa dalam trauma itu. Betapa sombongnya PKI ketika mereka seakan dimanjakan Bung Karno. Lalu betapa kejamnya perilaku mereka membunuh bangsanya sendiri.
Maka ada baiknya setiap bulan September diputar kembali film G 30/S di sekolah agar mereka paham tentang kekejaman komunis. Mereka sangat tega membunuh bangsa sendiri. Agar tidak terjadi pertanyaan dari anak muda mengapa kita harus membenci kepada komunis. Mengapa PKI dilarang di negeri ini.
Rencana pemerintah minta maaf itu justru seakan menggugah kembali memori tentang perilaku kejam PKI. Sebenarnya perjalanan waktu seakan memberi kesembuhan. Masa pahit itu pelan-pelan terlupakan karena mereka yang trauma juga sudah banyak yang wafat. Tetapi dengan permintaan maaf itu rasa trauma itu terusik kembali oleh anak-anak para korban.
Maka sebaiknya pemerintah jangan membangunkan macan yang sedang tidur: menyelesaikan masalah dengan membuka masalah baru. Sebaiknya ingat dengan semboyan pegadaian. Menyelesaikan masalah tanpa masalah. (*)
Artikel ini telah dimuat majalah Matan pada bulan September 2023
Editor Mohammad Nurfatoni