Kaum Perempuan Harus Membangun Kekuatan Politik Kebangsaan

Prof R. Siti Zuhro MA PhD (tengah) bersama Beberapa deserta (Izza El Mila/PWMU.CO)

PWMU.CO – Pernyataan kaum perempuan harus membangun kekuatan politik kebangsaan mengemuka dalam Kelas Politik Perempuan yang diselenggarakan oleh PWM Jatim di UMM, Jumat (29/9/2023).

Adalah Prof R. Siti Zuhro MA PhD yang menyampaikannya saat membawakan materi Visi Misi Kepemimpinan Perempuan di acara yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim, Pimpinan Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jatim dan Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Materi ini disampaikan oleh (Jumat, 29/9/2023).

Mengawali materinya, Prof Zuhro, sapaannya, menyampaikan perempuan politisi harus cerdas, harus berintegritas. “Ibu-Ibu Persyarikatan yang menjadi caleg harus cerdas. Jangan cengeng. Harus rasional, dan punya empati. Harus asertif, memahami persoalan umat dengan baik,” katanya.

“Selain itu, Ibu sebagai caleg harus memahami dapil dengan baik. Indonesia terdiri atas 38 provinsi, 415 kabupaten, 93 kota, dan 74.000 desa. Jangan sampai Ibu sebagai politisi tidak mengetahui hal ini, sebab ini adalah pengetahuan mendasar,” lanjutnya.

Menurut Prof Zuhro dari Pusat Riset Politik BRIN, kehadiran perempuan dalam politik dan perannya dalam misi kebangsaan sangat penting di tengah munculnya arus politik yang hendak merusak persatuan dalam berbangsa dan bernegara. 

Apalagi, lanjut dia, dengan jumlah penduduk perempuan 49,5 persen, maka peran perempuan dalam politik tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan jumlahnya yang besar, perempuan adalah aset negara, harus dianggap sederajat, tidak boleh dilecehkan oleh siapa pun. 

“Sayangnya, tafsir tekstual agama dan budaya yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia umumnya kurang kondusif terhadap penguatan peran perempuan di ranah publik atau politik,” kata dia.

Menurut dia, perempuan berpolitik itu adalah untuk mewujudkan Indonesia yang baldatun tayyibatun warabhun ghafur. Karenanya, kaum perempuan harus membangun kekuatan politik kebangsaan sebagai ekspresi keberpihakannya pada kepentingan umat dan bangsa.

Baca sambungan di halaman 2: Terbuka Kesempatan Perempuan Berpolitik 

Prof R. Siti Zuhro MA PhD saat menyampaikan materi (Khoen Eka Anthy/PWMU.CO)

Terbuka Kesempatan Perempuan Berpolitik 

Prof Zuhro menerangkan, Sejak pemilu legislatif 2004, sudah dibuka kuota 30 persen calon legislatif perempuan dari setiap partai politik peserta pemilu. Namun, hingga saat ini baru terpenuhi sekitar 20 persen. Salah satu penyebabnya adalah perempuan yang telah memiliki hak pilih, ternyata mayoritas tidak memilih sesama perempuan. 

Tidak dimungkiri, caleg perempuan bermunculan, namun masyarakat, bahkan kaum perempuan sendiri, menganggapnya hanya sebagai figuran. Maka, agar keberadaannya tidak dianggap remeh, caleg perempuan harus berstrategi dengan baik. Salah satunya dengan mengaurakan kejujuran, menggunakan intuisi untuk melihat dapil. 

“Kebaikan sebagai pribadi yang keibuan harus ditunjukkan. Kritis, tapi beretika. Harus tegar. Satu lagi, jangan mudah tersinggung,” kata Prof Zuhro.

Selain itu, kata dia, caleg perempuan harus memahami ketatanegaraan, undang-undang parpol, bahkan idealnya, kebijakan negara pada tiap periode harus dikuasai dengan baik. 

“Caleg perlu memahami sejarah Indonesia. Apa kiprah perempuan di tiap periode sejarah itu, penambahannya seperti apa, itu semua juga harus dipelajari. Apalagi caleg yang berasal dari kader Aisyiyah, harus menjual inner beauty,” imbuhnya. 

Lima Tantangan Perempuan dalam Berpolitik

Prof Zuhro mengatakan, ada lima faktor yang menjadi tantangan perempuan dalam berpolitik. 

  1. Budaya patriarki, yaitu adanya persepsi tentang politik untuk laki-laki. 
  2. Dukungan terhadap kaum perempuan melalui seleksi yang didominasi laki-laki.
  3. Peran media dalam membangun opini publik dan tentang pentingnya representasi perempuan dalam parlemen. 
  4. Kurangnya jaringan antara organisasi massa, LSM dan partai-partai politik untuk memperjuangkan representasi perempuan. 
  5. Kurangnya kesempatan perempuan untuk mendapat kedudukan yang setara dengan laki-laki.

Guna menghadapi lima tantangan tersebut, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. 

  1. Kelompok perempuan harus membangun kekuatan politik dengan menyusun strategi baik melalui pengaturan dalam UU maupun melalui jejaring (networking) yang ada. 
  2. Sistem proporsional terbuka dalam pemilu dengan suara terbanyak harus ramah terhadap perempuan, dan tidak boleh menghambat kontestasi secara berkualitas.
  3. Perempuan harus pro-aktif dan elegan dalam mendekati elite partai politik.
  4. Perempuan harus berjuang meningkatkan usaha dan melakukan gerakan untuk membangun komunitas perempuan untuk memajukan mereka dalam politik. 
  5. Perempuan juga perlu memperjuangkan kuota keterwakilannya mulai dari tahapan rekrutmen calon legislatif sampai ke penetapan hasil pemilihan.
  6. Kaum perempuan tidak boleh pasif, mereka harus aktif, baik perempuan yang ada di desa maupun di kota bisa saling bekerja sama, bahu-membahu memperjuangkan kemajuan bersama.
  7. Kaum perempuan yang telah berhasil (baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif dan dunia usaha, intelektual, tokoh masyarakat) perlu bahu-membahu dan bersatu padu untuk mendorong kemajuan kaum perempuan dan meningkatkan perannya dalam politik.

Menyangkut aksi ke depan, menurut Prof Zuhro, pengawalan caleg perempuan dari Jatim harus dilanjutkan. Ketika turun langsung, harus didampingi. Aisyiyah harus mengawal perempuan Persyarikatan hingga berlaga. 

“Harus ada pendataan konkret oleh Aisyiyah terhadap semua caleg perempuan di Jatim, diaspora kader Persyarikatan ke berbagai parpol harus terbaca. Tidak perlu membedakan partai, karena pengikatnya adalah Persyarikatan,” kata dia.  

Di akhir paparannya, Prof Zuhro menggarisbawahi bahwa kekuatan perempuan terletak pada fitrahnya sebagai ibu dengan integritas dan kejujurannya dalam mengemban amanah. (*)

Penulis Khoen Eka Anthy Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version