Diaspora Politik dan Peran Muhammadiyah
Gunawan mendorong agar kader Muhammadiyah bisa berdiaspora dalam hal politik, tapi jangan karena diliputi nafsu.
“Silakan masuk parpol. Tapi kita punya 3 tugas itu. Bukan atas nafsu yang menyelimuti sehingga kita gagal untuk melakukan deskripsi, eksplanasi dan komparasi. Apalagi yang sebagian besar dirasakan masyarakat Indonesia yakni ketidakadilan,” tuturnya.
Dia mengaku, tentu tidak perlu menggurui anggota LHKP, tapi kita harus melihat LHKP ini apa hikmahnya. “Hikmahnya apa punya lembaga ini? Ya kebijakan publik. Tentunya tidak perlu jauh-jauh dihubungkan yang seperti apa, yakni perhatian untuk mengoreksi,” ucapnya.
Rektor UMY dua periode ini menegaskan, kalau Muhammadiyah tidak punya perhatian untuk mengoreksi, maka sebaiknya Muhammadiyah cukup ditempatkan di Kauman saja, selesai. Tidak perlu punya kampus dan lain-lain.
“Tidak banyak orang tahu bahwa Muhammadiyah itu bukan hanya didirikan untuk Indonesia, dan ini bermakna luas. Maka saya pikir kalau Muhammadiyah kehilangan untuk mengkritik, kembalikan ke Pak Budi (Budi Setiawan, Ketua MDMC asli Kauman). Cukup kembangkan di Kauman, itupun Arisan Muhammadiyah, sopo tresno,” ucapnya.
Dia menuturkan, Muhammadiyah lebih tua dibandingkan republik ini dan negara ini berutang banyak pada Muhammadiyah. “Misalnya tentang penanggulangan bencana, tentang penanganan Covid, lalu apalagi? Maka saya pikir, ini bagian dari pemikiran kita untuk datang di ruangan ini selama 3 hari,” katanya.
Atas nama civitas akademika dia mengucapkan selamat datang di UMY. Inilah kampus muda mendunia. “Selamat rakernas, semoga selamat dan kita selalu menjaga Marwah Muhammadiyah yang tidak pernah terombang-ambing,” katanya.
Dia menegaskan, bahwa Muhammadiyah selalu punya sikap. Bukan netral, tapi punya identitas yang didasari oleh nilai-nilai independensi dalam menentukan sikap. “Mudah-mudahan ini menjadi semangat kita bersama,” ujarnya. (*)
Penulis Nely Izzatul