Bermuhammadiyah Tidak Lepas dari Politik
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi 2010-2022 ini menuturkan, dalam situasi sekarang ini kehadiran bapak ibu anggota LHKP Muhammadiyah menjadi lebih penting, karena bagaimanpun juga, kehidupan bermuhammadiyah ini tidak bisa lepas dari kehidupan politik.
“Ketika politik kita artikan sebagai suatu relasi nilai-nilai akhlak, nilai-nilai etika dan nilai-nilai moral yang menghubungkan antara negara dengan rakyat, maka pendekatan politik menjadi penting,” tandasnya.
“Tapi ketika politik hanya dijadikan alat untuk kekuasaan melulu, jadinya ya seperti situasi yang sekarang ini. Ada (kasus) Rempang, ada Wadas, ada Pakel, ada Kendeng ada Kalimantan, Morowali, Papua dan sebagainya, yang semua itu adalah sektor-sektor hilir tragedi kemanusiaan, katanya.
Menurut Busyro, terjadinya hilirisasi ini sudah merupakan kewajiban karena ada sektor hulu yang membuat produk-produk politik dan ini melibatkan pemerintah dan Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) di pusat sana.
“(Produk politik) yang menghasilkan sejumlah undang-undang, yang undang-undang itu hilirnya adalah Rempang dan sebagaimana yang lain. Jadi kasus hilir tidak bisa dilepaskan dari sektor hulu,” ucapnya.
Namun dia mengaku tetap harus bersyukur ada kader-kader Muhamadiyah yang aktif di sektor hulu, di samping banyak sekali yang aktif di sektor hilir memberikan advokasi, baik itu teman-teman LBH Advokasi Publik maupun yang lain.
“Bahkan teman-teman yang ada di LHKP di daerah maupun di pusat sering kali harus terjun ke sejumlah daerah yang ada kasus,” ucapnya.
Menurutnya, ini menggambarkan bahwa proses-proses memperkuat relasi negara dengan rakyat, atau bahasa lainnya relasi politik itu justru antara lain banyak diperankan oleh Muhammadiyah. (*)
Penulis Nely Izzatul