Hak Istimewa Perempuan
Dia menjelaskan bahwa sebenarnya perempuan memiliki privilege luar biasa. Tidak ada negara mana pun di dunia ini memberikan porsi 30 persen untuk perempuan.
“Ketika saya naik MRT di Jakarta, perempuan menjadi istimewa. Jika ada perempuan yang berdiri, laki-laki akan dengan sendirinya memberikan kursi untuk perempuan. Hal begini belum diperjuangkan betul oleh Aisyiyah. Padahal pemilih perempuan itu setia,” cerita dia.
Interaksi peserta dengan Mirdasy berlangsung gayeng meskipun secara daring. Menjawab pertanyaan dan permasalahan yang dihadapi para caleg Aisyiyah dari berbagai daerah, dia mengatakan bahwa masing-masing daerah berbeda penyikapan. Tidak boleh sama. Kemudian dia memberikan tiga saran:
Pertama, lakukan survei. Semua dapil dan caleg. Siapa yang mendanai.
Kedua, aangun big data. Datalah orang-orang di TPS. Setidaknya harus ada 20-30 orang per TPS untuk pemenangan. Jika kurang dari itu jangan berharap menang.
Ketiga, pendampingan caleg. Bangun jejaring dengan siapa saja. Cari ceruk selain suara dari Muhammadiyah Aisyiyah.
Dia menyambung dengan menekankan untuk terus bergerak. “Lakukan pendekatan kepada para pemilih. Jangan menunggu dari rumah. Jauh panggang dari api,”tekannya.
“Ada baiknya Pimpinan Wilayah Aisyiyah duduk bersama dengan LKHP. Difasilitasi untuk bertemu. Muhammadiyah itu dalam dakwah berkemajuan, tetapi dalam politik masih berkejumudan,” ujarnya.
Sebelum menutup paparannya dia berpesan pada para peserta untuk terus melakukan yang terbaik. Partai boleh berbeda. Tingkatkan kualitas sebagai perempuan Persyarikatan. Ikhtiar dan doa dua sisi yang tak boleh dilupakan. (*)
Penulis Izza El Mila Editor Mohammad Nurfatoni