Membedah Generasi Milenial: Instan dan Pragmatis? Riview majalah Matan Edisi Edisi 207 Oktober 2023 oleh Miftahul Ilmi
PWMU.CO – Angkatan muda atau generasi muda zaman now tak lagi kritis. Mereka lebih menyukai pola hidup serba instan dan pragmatis. Ingin kaya mencari jalan tidak biasa. Ujungnya terseret delik pidana. Ingin segera berkuasa mencari celah dinasti dan dekat penguasa.
Demikian pandangan yang berseliweran di kalangan rakyat biasa. Toh begitu di tahun politik pemilih mayoritas di Pemilu 2024 ini menjadi rebutan rayuan para pengejar kursi singgasana.
Sudah tentu ini bukan bermaksud menghakimi. Toh angkatan muda yang kini kerap disebut kaum milenial atau bahkan generasi Z (Gen Z) juga tak sedikit menoreh prestasi, malah, di kancah internasional. Yang teranyar, misalnya, Putri Ariani yang menyita perhatian dan empati masyarakat dunia. Dengan keterbatasannya, Putri telah menghapus semua label dan stigma negatif di muka. Kepiawaiannya melantunkan ayat-ayat al-Qur’an menambah kekaguman kita semua.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2022 sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori pemuda. Angka tersebut porsinya mencapai 24 persen dari total penduduk.
Adapun proporsi pemuda yang sudah menikah semakin berkurang dalam satu dekade terakhir. Pada 2013 pemuda berstatus kawin mencapai 44,4 persen, tapi pada 2022 turun menjadi 34,44 persen. Dari pemuda yang sudah menikah, pemuda laki-laki yang menjadi kepala rumah tangga sebanyak 16,12 persen sementara pemuda perempuan hanya 1,13 persen.
Lebih dari separuh pemuda Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Berikut ini komposisi pemuda berdasarkan wilayah pada 2022: Jawa: 54,79 persen, Sumatra: 22,37 persen, Sulawesi: 7,74 persen, Kalimantan: 6,35 persen, dan Kepulauan lainnya: 8,75 persen.
Keberadaan pemuda bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, pemuda memiliki banyak energi untuk mendorong kemajuan pembangunan. Di sisi lain, pemuda juga bisa menjadi beban negara dan masyarakat apabila potensinya tidak teraktualisasi dan tidak dimanfaatkan dengan baik.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti lebih suka menggunakan istilah generasi muda daripada terjebak pada definisi dan batasan generasi milenial atau generasi Y dan generasi Z yang datang sesudahnya. “Saya tidak ingin berdebat soal itu. Saya lebih suka menggunakan istilah generasi muda,” ucap Mu’ti.
Dia mengatakan, PP Muhammadiyah dalam keputusan Muktamar ke-48 di Surakarta November 2022 lalu telah mengangkat spiritualitas generasi muda sebagai salah satu dari isu strategis keumatan dan kebangsaan.
“Sebab memang secara spiritualitas generasi ini memiliki karakteristik dan juga tingkat spiritualitas yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Lebih-lebih dengan generasi baby boomer. Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa generasi muda atau generasi Z ini memiliki tingkat spiritualitas yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan generasi sebelumnya,” ungkap Mu’ti.
Dalam Tanfidz Keputusan Muktamar itu disebutkan, “Secara demografi Indonesia adalah negara muda dengan jumlah generasi milenial yang cukup besar. Generasi milenial memiliki kepribadian dan karakter yang berbeda dengan generasi sebelumnya terutama kaitannya dengan penggunaan teknologi, orientasi kehidupan, kreativitas dan pergaulan global. Generasi ini juga memiliki tingkat spiritualitas, integritas moral, kepatuhan pada norma sosial, dan jiwa kebangsaan yang relatif rendah. Gaya hidup yang cenderung serba instan berdampak pada lemahnya ketahanan mental dan resiliensi dalam menghadapi tantangan dan menyelesaikan masalah.”
Baca sambungan di halaman 2: Cenderung Agnostik dan Asosial