PWMU.CO – Hadits kauniyah dikupas oleh Dr Zainuddin MZ Lc MAg dalam pengajian di Masjid al-Mukminin Jemundo Taman Sidoarjo, Kamis (28/9/2023).
Ustadz Zainuddin menyampaikan, hadits tauqifiyah adalah ilmu Allah dalam bentuk wahyuNya dan terdapat di dalam al-Quran. ”Tata caranya harus klop seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, tidak ada kreasi,” katanya.
Sementara hadits kauniyah, dia menjelaskan, adalah ilmu Allah berupa alam semesta dengan seluruh hukum yang menyertainya. Prinsipnya kalian manusia lebih mengerti tata caranya
Dia mencontohkan, saat Rasulullah melintasi pohon kurma seorang sahabat lalu berkata: biarkan Allah saja yang mengawinkan lewat hembusan angin. Ternyata sahabat lapor hasilnya tidak maksimal.
Maka Rasulullah berkata: antum a’lamu biumuri dunyakum. Kamu lebih tahu urusan pekerjaanmu. Rasulullah kembali menyarankan untuk mengawinkan secara ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan pemilik kebun selama ini. ”Ini tata cara dengan hadits kauniyah,” ujar Ustadz Zainuddin.
Kemudian Ustadz Zainuddin mengutip sebuah hadits lagi.
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ يَوْمًا
Berpuasalah dengan rukyat (hilal), berbukalah dengan rukyat (hilal), jika terhalang mendung bagi kalian maka sempurnakan hitungannya menjadi 30 hari.
”Ini masuk di hadits yang mana? Merukyat hilal harus lebih pintar. Dan alhamdulillah ditemukan teropong,” katanya.
Dia memberi contoh lain. Misalnya waktu shalat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah dengan tanda- tanda alam. Namun terkadang alam juga ada kendala oleh mendung sehingga matahari tak bisa dilihat.
”Apakah kita tidak shalat hanya karena matahari tidak terlihat?” ujarnya.
Begitu juga waktu hendak shalat Magrib apakah harus rukyat dulu melihat matahari tenggelam di ufuk barat? Begitu juga merukyat waktu Isya?
”Hadit kauniyah merupakan tanda kebesaran Allah yang bisa dilihat dan bisa dikreasi, modifikasi dengan teknologi,” tandasnya.
Dia mengatakan, ayat-ayat al-Quran menyuruh kita untuk belajar memahami ilmu pengetahuan hisab. Misal dalam surat ar-Rahman, an-Najm, asy-Syamsu, al- Qamar, adh-Dhuha.
Diterangkan, bumi mengelilingi matahari selama 365 hari sisa 6 jam. Sisa 6 jam ini diakumulasi menjadi satu hari setiap empat tahun sekali diletakkan di bulan Februari. Jadilah tahun kabisat. Bulan Februari jadi 29 hari.
”Dengan ilmu hisab gerhana bulan bisa dihitung kapan terjadi hingga lamanya berapa jam sampai detiknya. Demikian pula gerhana matahari dengan ilmu pengetahuan bisa dipastikan terjadinya,” tandasnya.
Penulis Dian R. Agustina Editor Sugeng Purwanto