PWMU.CO – Kurikulum moderasi beragama menjadi salah satu topik Tenaga Ahli Utama KSP Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin MA saat menjadi narasumber Hybrid Upgrading Workshop LKLB mengembangkan moderasi beragama.
Acara ini bertema: Pengembangan Program dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang Memperkokoh Kebebasan Beragama dan Supremasi Hukum.
“Dari sisi KSP (Kantor Staf Presiden) kami bertugas mengawal program prioritas dan strategis presiden. Salah satunya hal yang terkait kehidupan beragama di Indonesia. Pada saat itu (2019) Presiden Jokowi memberikan arahan tentang penguatan keberagamaan menjadi sangat penting. Karena dunia semakin terbuka sehingga relasi manusia bukan hanya faktual tapi juga virtual,” tegas Prof Ruhaini pada Jum’at (6/10/2023) sore.
Dia melanjutkan, dari situ ada kompleksitas-kompleksitas karena dalam relasi virtual sulit karena berpola one way narative sehingga seringkali menimbulkan kesalahpahaman dan kesalahartian sehingga mengalami dinamika beragama sekaligus kontestasi politik pada saat itu (2019), sehingga para pengamat di luar negeri sudah mengatakan 2019 Indonesia pecah akibat polarisasi.
“Saya banyak ditanya oleh teman-teman dari Australia, Amerika dan banyak negara. Apa yang terjadi di Indonesia? Karena mereka sangat merisaukan Indonesia saat itu (2019),” cerita Ruhainidi sela-sela Workshop Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang akan berlangsung tiga hari, Jumat-Ahad (6-8/10/2023) di Hotel Dafam Pacific Caesar Surabaya, Jalan Dr Ir H Soekarno No. 45C Surabaya.
Menurut Ruhaini, Presiden Joko Widodo memberikan arahkan bagaimana menguatkan apa yang sudah ada di masa lalu beragama kita belum ada tantangan virtual. Oleh sebab itu, lanjutnya, kami bersama PPIM dan Kementerian Agama ketemu satu rumusan yang disebut moderasi beragama.
“Moderasi beragama pilihan yang agak sulit karena kita nyari bahasa Indonesianya apa sih jalan tengah beragama dari bahasa Arab, wasatun diniyah, atau dalam bahasa Inggris religious moderations,” kata Guru Besar Bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Gender Fakulras Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Menurutnya, moderasi beragama itu konseptual. “Kita yang ngisi, bagaimana yang mewujudkannya butuh cara, pendekatan, dan metodelogi. Dan dari beberapa diskusi serius akhirnya kita ketemu Literasi Beragama Lintas Budaya (LKLB) dan mengapa Laimena Institut mengambil pendekatan ini,” katanya.
“Kita harapkan Literasi Beragama Lintas Budaya akan menguatkan moderasi beragama. Karena setiap daerah di Indonesia selalu berbeda-beda budaya, seperti Islamnya di Jawa berbeda dengan Islam di Sumatera. Atau Islamnya Muhammadiyah, beda dengan Nahdatul Ulama. Beda juga dengan Nasabandiyah, dan lain-lain. Semua beda-beda perlu cross culture dan moderasi,” kata ibu yang pernah menjadi anggota Dikti Litbang PP Muhammadiyah ini
“Moderasi beragama yang kita miliki itu presiden menghendaki itu tetap dipelihara dengan teknologi internet yang luar biasa saat ini, yang terkadang tidak tersaring. Tantangan pada saat medsos merajai, masyarakat butuh kita dampingi untuk menyaring informasi beragama,” harap wanita yang pernah menjabat Staf Khusus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional Masa Tugas 2018-2019.
Baca sambungan di halaman 2: Kurikulum Moderasi Beragama