PWMU.CO – Asal-usul Mauludan Dibahas di Pengajian Aisyiyah Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Kebomas Gresik Jawa Timur di Gedung Tahfidh Perguruan Muhammadiyah Kebomas Gresik, Jumat (6/10/2023).
Teriknya matahari tak menyurutkan semangat ibu-ibu Aisiyah yang berjumlah 100 untuk mengikuti Pengajian Rutin Jumat siang yang diadakan oleh Majelis Tabligh PCA Kebomas.
Pemateri Pengajian Jumat siang, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik Drs Muhammad In’am MPdI menjelaskan masalah peringatan Mauludan.
“Karena saat ini masih bulan Rabiul Awwal dan di sana-sini masih banyak acara peringatan Maulid Nabi,” jelas Wakil Ketua PDM Gresik membidangi Majelis Tarjih dan Tajdid dan Lembaga Pengembangan Cabang Ranting serta Pembinaan Masjid.
Dia menuturkan, peringatan Mauladan (Maulid Nabi) muncul pertama pada sekitar 300 tahun setelah kenabian, yakni masa setelah imam mahdzab. Di mana kondisi umat islam saat itu sedang lemah, loyo (tidak bersemangat). Lalu Almalikul Muzhaffar mengadakan acara Maulid Nabi dengan tujuan untuk mengobarkan semangat umat Islam.
Dia juga mengkisahkan tentang Panglima Perang Sholahuddin Al Ayyubi yang mengadakan peringatan Maulid Nabi dengan tujuan untuk membangkitkan semangat pasukan Islam saat Perang Salib.
“Sebenarnya Nabi Muhammad tidak pernah memerintahkan untuk mengadakan acara Mauladan. Ada perbedaan peringatan Mauldan yang dulu dengan sekarang. Jika dahulu dilakukan dengan mempelajari Sirah Nabawi (Sejarah Nabi Muhammad SAW) sehingga semakin cinta terhadap Rasullah dan meneladani akhlak baiknya,” katanya.
Cinta Rasulullah
In’am menegaskan cinta Allah dan cinta Rasullah harus mutlak, jika tidak maka keimannya dipertanyakan.
Dia mengutip Surat at-Taubah ayat 24, Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
“Orang Fasik adalah orang yang sudah mengerti suatu kebaikan tapi tidak melakukan kebaikan tersebut,” jelasnya.
Dia mengajak kepada seluruh hadirin pengajian bahwa cinta kepada Nabi tidak cukup hanya secara lisan, akan tetapi harus dibuktikan dengan tindakan.
Peserta Pengajian Khusnul Fuadah menanyakan, “Apakah benar dengan membaca seribu shalawat, maka akan mendapatkan banyak rezeki?” tanyanya.
“Rezeki didapat dari kerja keras dan diiringi dengan berdoa,” jawab In’am tegas. (*)
Penulis Eli Syarifah. Editor Ichwan Arif.