Dua Museum
Ada dua museum. Di Mekah bernama Museum Alwahyu. Letaknya di kaki Jabal Nur yang ada gua hiranya. Di Madinah bernama Museum Rasulullah letaknya di kompleks Masjid Nabawi. Sesuai namanya, Museum Alwahyu berisi cerita turunnya wahyu mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Bagi saya terasa biasa karena sumbernya dari kutipan al-Quran. Tetapi di museum ini ada yang menarik. Yaitu duplikat Gua hira’, tempat Rasulullah menerima wahyu pertama.
Pengunjung bersemangat berfoto di Gua Hira’ yang sempit itu. Kalau tidak dibatasi tentu mereka akan berlama-lama foto di duplikat gua itu. Saya pernah naik Jabal Nur dan masuk gua hira’. Perjalanan naik satu jam dan turun satu jam. Kini jamaah bisa merasakan tanpa harus berjalan dua jam pulang balik.
Museum Rasulullah di Madinah berisi tentang siapa saja yang termasuk keluarga nabi dan siapa anak keturunan beliau. Sayang dilarang motret. Lalu apa kegemaran beliau, warna baju, alat makan dan yang kecil-kecil dari keseharian beliau. Sangat rinci. Termasuk tongkat Rasulullah ketika khotbah di mimbar. Ternyata ujung tongkat bagian bawah itu runcing seperti tombak. “Rasulullah selalu waspada,” kata pemandu memberi alasan ujung tongkat itu runcing.
“Ketika berkunjung ke Masjid Ibnu Abbas di Thaif rasanya sejuk seperti di Indonesia. Di Thaif ini Rasulullah pernah hijrah dan minta suaka.”
Di museum itu juga ada maket tempat tinggal rasul dan para istrinya. Rumah Abu Bakar, Umar, dan Ali di Madinah. Kita tinggal tekan tombol lalu muncul rumah yang kita cari. Mereka tinggal tidak berjauhan.
Suhu Madinah saat itu 43 derajat Celsius dan Mekah 42 derajat. Ketika pulang dari salat Isya’ hembusan angin rasanya kita seperti dekat kompor. Terasa hangat di wajah. Perkecualian di Thaif. Terkenal tempat yang sejuk. Mekah 42 derajat tetapi Thaif hanya 30 bahkan 28 derajat.
Ketika berkunjung ke Masjid Ibnu Abbas di Thaif rasanya sejuk seperti di Indonesia. Di Thaif ini Rasulullah pernah hijrah dan minta suaka. Tapi ditolak termasuk oleh orang yang masih ada bubungan kekerabatan. Bahkan dikerahkan anak-anak dan menyoraki Nabi seperti menyoraki orang gila. Juga ada yang melempari dengan kerikil. Sampai Jibril minta izin jika diperkenankan akan diangkat bukit dan ditimpakan kepada mereka.
Tapi Rasulullah menjawab kekejaman mereka dengan doa “Ya Allah, berilah petunjuk kepada mereka karena sesungguhnya mereka belum tahu.” Budi luhur yang luar biasa. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni