Komandan Laskar Hizbullah
Dalam buku yang terbit tahun 2018 itu, juga dijelaskan Yi Man merupakan orang yang mengabdikan hidupnya pada Muhammadiyah. Dia merupakan salah seorang pendiri dan pembentuk Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Paciran. Sebelumnya PRM tersebut bergabung dengan Blimbing dengan ketua KH Adnan Noer.
Berangkat dari hal ini, Yi Man diminta menjadi Ketua PRM pada tahun 1967-1968 bersama Sekretaris Maryono. Kepemimpinan tersebut berlanjut hingga Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan pada tahun 1978. Namun, pada saat itu PDM Lamongan belum memiliki kantor yang permanen sehingga Yi Man menjadikan rumah dan pendopo pondok sebagai pusat koordinasi.
Buku tersebut juga mengisahkan, Yi Man turut serta dalam Laskar Hizbullah. Bahkan, dirinya sampai menjadi komandan laskar tersebut. Dalam hal ini ia mendapatkan dukungan penuh dari Kiai Amin Musthofa serta para santri setempat. Namun pada 25 Oktober 1945, masyarakat Jawa Timur mendapatkan kabar tentara sekutu mendarat di Surabaya.
Maka, Kiai Amin segera mengadakan rapat bersama para kiai (yang membantu dalam kemajuan pondok) di Blimbing. Sehingga diputuskanlah untuk mengirim sejumlah anggota Laskar Hizbullah Paciran ke Surabaya.
“Saat itu beliau baru berusia 20 tahun, akan tetapi gigih berjuang bertempur untuk mengusir kekuatan yang hendak menjajah kembali Indonesia,” ucap Yai Anwar.
Yai Anwar juga menceritakan jejak perjuangan Yi Man yang tampak pada peristiwa menjelang runtuhnya Orde Lama. Waktu itu, Yi Man menjadi ketua komando strategi yang bertujuan melawan sisa-sisa kekuatan PKI setempat. Pondok Karangasem yang diasuhnya juga difungsikan sebagai salah satu pusat mobilitas pejuang dalam menghadapi keganasan kaum komunis di wilayah pantai utara Jawa.
Tidak hanya sebagai pemimpin organisasi, kata anak Yi Man bernama Kiai Barok, dia merupakan bapak yang baik. Dia selalu membimbing keluarganya dengan ajaran berlandaskan Islam. Terlebih lagi, dia selalu memberikan nasehat kepada putra-putrinya agar tidak lupa dengan al-Quran dan shalat Tahajud. Kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi Yi Man.
Zakiyah, putrinya, setiap kali pulang dari pondok senantiasa ditanyai tentang al-Quran. Shalat Tahajud merupakan amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Yi Man. Selarut apapun dia pulang, selalu menyempatkan diri untuk shalat malam dan membaca al-Quran.
“Ketika di rumah, bapak punyai kebiasaan sebelum tidur sore jam 9 malam, beliau akan bercerita mengenai pondok ke ibu. Bapak menceritakan proses pembangunan PKU, pembangunan madrasah, atau pondok. Beliau ingin memiliki banyak lembaga pendidikan yang dikelola oleh banyak orang,” kenang Zakiyah.
Baca sambungan di halaman 3: Pertanda Kiai Besar