PWMU.CO – Penjelasan Allah bershalawat Nabi terungkap di silaturahmi dan pengajian rutin Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sekaran, Jumat (29/9/2023).
Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Dr Wahid Hadi Purnomo MH menerangkannya di Masjid al-Muttaqin Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Ngareng. Kajian ini diadakan setiap Jumat Pon, bergiliran dari ranting ke ranting.
Sebelumnya, Ahmad, Ketua PRM Ngareng, menyampaikan pengajian iftitah. Dia menceritakan kemampuan dan sumber daya Ranting Ngareng.
“Untuk memenuhi komposisi pimpinan ranting 5-7 orang saja sulit sekali sangking tidak adanya kader. Demikian shalat-shalat berjamaah di masjid ini. Maghrib misalnya, 7-10 jamaah. Isya hanya 5 orang. Tetapi Subuh justru lebih banyak, bisa lebih dari 20 jamaah,” urainya.
Ahmad lantas menyatakan, “Kami adalah ranting yang miskin. Miskin kader juga miskin pendanaan. Meski demikian, kami tetap bersyukur, bisa menjadi tuan rumah dengan jamaah yang datang begitu banyak tanpa kurang suatu apapun.”
Akhirnya dia mengucapkan terima kasih kepada PCM dan PCA Sekaran. “Terima kasih Ibu-Ibu yang begitu besar support-nya. The power of emak-emak memang hebat!” ujarnya mengakhiri sambutan di hadapan warga Muhammadiyah seCabang Sekaran. Termasuk jajaran ortom seperti PCM, PCA, PCPM, dan PCNA serta Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah (PRM PRA) seCabang Sekaran.
Allah Bershalawat pada Nabi
Ustadz Wahid, sapaan akrab narasumber, mengupas pentingnya bershalawat (membaca shalawat) kepada Nabi Muhammad SAW. “Kebetulan kita sekarang ini berada dalam bulan Rabiul awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW,” ungkapnya.
Dia lantas menyebutkan dalil-dalil perintah bershalawat. “Orang Muhammadiyah itu kan dalam beramal senantiasa berdasarkan landasan atau dalil. Oleh karena itu, kita perlu mendapatkan rujukan yang bersumber pada al-Quran dan Hadits,” terangnya.
Al-Ahzab ayat 56 pun dia lantunkan. “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
Ustadz Wahid menjelaskan, “Allah SWT jika perintahkan shalat, Allah tidak melaksanakan shalat. Demikian perintah puasa, haji, zakat, dan perintah-perintah lainnya. Allah tidak perlu melakukan perintah tersebut.”
Kemudian ia menegaskan, “Tetapi perintah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, Allah laksanakan perintah itu. Bahkan Allah melaksanakan terlebih dulu, demikian para Malaikat. Jadi perintah bershalawat kepada nabi itu adalah perintah yang sangat istimewa!”
Memuji Hamba-Nya
Apakah shalawat Allah sama dengan shalawat yang kita ucapkan? Pertanyaan retorik ini langsung Ustadz Wahid jawab, tentu tidak sama. “Dijelaskan lebih lanjut dalam beberapa kitab-kitab tafsir: ‘Fahuwa binisbatihi ilallahi ta’ala imma tanauhu ‘ala abdi hindal malaikat’,” ungkapnya.
Kata Ustadz Wahid, shalawat jika dinisbatkan kepada Allah, maksudnya ialah shalawatnya Allah. Artinya, pujian Allah kepada hamba-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW di hadapan para malaikat-Nya.
“Jadi shalawatullah ala nabi, artinya pujian Allah SWT kepada nabi-Nya. Adakalanya shalawatullah ala nabi juga bermakna wa imma kamalul rahmani, yakni pemberian kesempurnaan rahmat Allah kepada nabi-Nya,” imbuhnya.
Lalu dia meluruskan, “Sementara shalawat yang dinisbatkan selain kepada Allah, Wanisbatihi illa lighairihi ta’ala, addu’au khairin. Misalnya shalawat para malaikat dan kita semua, maka shalawat itu merupakan doa kebaikan kepada Rasulullah SAW.”
Lebih lanjut, ia menjelaskan sighat pada ayat 56 Al-Ahzab, “Karena sighat-nya menggunakan fiil mudharik dan fiil mudharik itu suatu kata kerja yang menjelaskan tentang sesuatu sedang berlangsung. Kata shalla-yushalli, shalla artinya telah bershalawat, kalau yushalli artinya sedang bershalawat. Dan ayat tersebut tidak pernah dihapus, jadi Allah SWT selamanya akan bershalawat kepada Rasulullah SAW.”
Artinya, kata Ustadz Wahid, Allah SWT senantiasa memuji hamba-Nya yang bernama Muhammad SAW, Allah SWT selamanya akan menurunkan rahmat-Nya kepada nabi Muhammad SAW. (*)
Penulis Mustain Masdar Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni