PWMU.CO – Shalat Tahajud berefek bagi kesehatan dikupas dalam Majelis Taklim Nur an-Nisa di Masjid Nurul Huda Jl. Sidokare Indah Blk. AV No.10, Sidoarjo, Kamis (19/10/2023).
Pembicara dr Tjatur Prijambodo MKes, Direktur RS Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan Sidoarjo.
Dokter Tjatur menjelaskan, jarak waktu Ashar, Magrib, dan Isya yang berdekatan dan jarak waktu Isya, Subuh, dan Dhuhur berjauhan ternyata setelah diteliti berkaitan dengan kondisi hormonal manusia pada jam tersebut.
Dia menjelaskan, dalam tubuh ada hormon kortisol yang mempengaruhi dan mengatur tingkat stres, kecemasan, kemalasan, dan kebahagiaan manusia.
”Ternyata ada korelasi antara tingkat kemalasan bangun di pagi hari dengan hormon yang dibuat Allah untuk menguji manusia,” katanya.
Dia menerangkan, jika hormon tersebut tinggi pada jam tertentu, maka manusia mengalami kondisi stres dan malas. Tingkat stres dan malas tertinggi terjadi pada sepertiga malam yaitu pukul 02.00-05.00.
”Dari penelitian ternyata shalat Tahajud mampu menurunkan kadar kortisol, hingga kondisi seseorang yang diteliti lebih sabar dan tabah dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Dokter Tjatur merujuk penelitian Prof Dr Muhammad Soleh, dosen IAIN Surabaya bersama koleganya dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya tentang pengaruh Tahajud terhadap peningkatan perubahan respon ketahanan tubuh imunologik.
Penelitian terhadap 41 responden siswa baru SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah tahun ajaran 1999-2000.
Setelah shalat Tahajud berjalan satu bulan hanya 23 siswa bertahan. Kemudian diuji lagi bulan berikutnya tinggal 19 siswa selama dua bulan penuh.
Shalat Tahajud dimulai pukul 02.00-03.00WIB sebanyak 11 rakaat ditutup shalat Witir 3 rakaat.
Selanjutnya hormon responden diperiksa di laboratorium di Pramitha, Prodia, dan Klinika Surabaya. Hasilnya terjadi penurunan kadar kortisol responden cukup besar dibandingkan sebelum shalat Tahajud selama 1-2 bulan.
”Dengan demikian responden yang rajin shalat Tahajud menunjukkan emosi senang, tenang, bahagia, karena stres rendah,” tandasnya.
Ustadz Tjatur menjelaskan, titik-titik manusia malas terjadi sekitar pukul 02.00-05.00. Pada jam ini kondisi paling ekstrem stres.
”Shalat Subuh hanya dua rakaat menjawab kondisi ini. Dua rakaat Subuh terasa berat karena berada di puncak stres itu,” katanya.
Menurut dia, shalat Subuh melatih kita terbiasa berpindah dari kondisi ekstrem. Jika hal tersebut dilaluinya dengan tekun, dia menjadi pribadi yang sabar.
”Hal ini menandakan siswa tersebut lebih tenang dan stabil. Hormon kortisol juga terkait dengan sistem imun tubuh. Hormon kortisol yang rendah menandakan ketahanan tubuh yang kuat, tidak mudah terserang penyakit,” katanya.
Penulis Dian R. Agustina Editor Sugeng Purwanto