Pertanyaannya, apakah kondisi tersebut terjadi pada masyarakat kita? Jawaban tentu akan beragam tergantung tingkat pengetahuannya.
Lingkaran kebodohan memang menjadi masalah serius dalam suatu masyarakat yang minus ilmu. Jika dibiarkan akan berdampak pada melemahnya sistem sosial, pendidikan dan pemerintahan dalam sebuah negara. Ali ibn Abi Thalib berkata: “Kejahatan yang terorganisir mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.
Dengan kata lain, kebodohan yang terorganisir mampu mengalahkan ilmu yang tidak terorganisir. Kata kunci dalam statement tersebut adalah terorganisir. Artinya, perlu kekuatan ilmu yang terorganisir dengan baik untuk mengalahkan kejahiliyaan yang mendominasi.
(Baca juga: Mengkafirkan dan Mencaci Pelaku Bid’ah Bukanlah Ajaran Muhammadiyah. Begini Tutur Pak AR)
Jika sesuatu dilakukan tanpa perencanaan yang bagus, kekuatan yang lemah, dan pemahaman minim, maka akan mudah dikalahkan oleh sesuatu yang lain yang lebih matang.
Padahal, Ibnu khaldun dalam muqaddimahnya mengatakan bahwa kekuatan ilmu adalah satu indikator utama kemajuan suatu peradaban. Peradaban yang besar adalah ketika tingkat pengetahuan masyarakatnya berada pada taraf yang tinggi, dan hal tersebut yang menentukan dominasinya terhadap peradaban yang lain.
Bahkan, Franz Rosenthal memuji kekuatan peradaban Islam ada pada ilmu. Ia mengatakan identitas utama peradaban Islam (yang membedakan dari peradaban lain) ada pada kata ‘ilm (ilmu). Spesialnya kata `ilm karena ia berasal dari sifat Allah yaitu Al-`Ilm (Maha Mengetahui).
(Baca juga: 4 Pesan Pak AR untuk Calon Pengantin)
Artinya, ilmu dalam Islam menempati posisi yang tinggi yang berdimensi teologis, dan terkandung didalamnya kebenaran tertinggi. Karena itu dalam Islam, ilmu itu adalah pasti (al-‘ilmu tsabit), dan sesuatu yang meragukan/praduga (syak) bukanlah ilmu.
Ilmu yang benar itu hakikatnya dari Tuhan, dan terkoneksi langsung dengan-Nya. Bukanlah pengetahuan yang berada dalam akal intelektual (quwwat al-‘aqliyah) yang hanya tersimpan dalam memori kepala atau dada (sadr) saja. Tetapi ilmu yang benar adalah ketika kebenaran yang diperoleh dari proses abstraksi akal melalui sumber kebenaran tertinggi (baca: wahyu), lalu diyakini (iman) dan diaplikasi dengan anggota tubuh (amal).
Kelahiran Muhammadiyah tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur’an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riil dan konkrit.
(Baca: Kisah Pak AR Ajari Mahasiswa Cara Hadapi Kristenisasi dengan Jurus Cerdas)
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid yang bersumber pada al-Qur”an dan As-Sunnah. Inilah yang disebut gerakan berbasis ilmu. Maka, gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, konkrit atau nyata, serta dapat dihayati, dirasakan dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil alamin.
Keana alasan tersebut Muhammadiyah disebut sebagai gerakan Islam. Muhammadiyah juga memiliki identitas sebagai gerakan dakwah. Maksudnya adalah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya yaitu dakwah Islam yang amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan atau kancah perjuangannya.
Mulailah dari ranting sehingga berkembang sebagai desain dasar dakwah. Jadikan Cabang Muhammadiyah berkembang. Sehingga mampu mengkonsolidasikan ilmu dalam gerakan dan bukalah pintu daerah, wilayah, serta pimpinan pusat sebagai bagian dari gerakan jama’ah dan dakwah jamaah yang selaras untuk kemanfaatan dunia akhirat.
Penulis: Nugraha Hadi Kusuma, Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Pimpinan Wilayah (LPCR) Jawa Timur