PWMU.CO – Kisah Al-Qamah di masa Rasulullah SAW menjadi tema khutbah Jumat di Masjid Ad-Dakwah SMA Muhammadiyah 4 Sidayu (Smamsi) Gresik Jawa Timur, Jumat (20/10/2023).
Dalam khutbahnya, Achmad Zainuddin SPd mengatakan Al-Qamah ialah gambaran seorang yang mementingkan istri tapi lalai memenuhi hak orangtua.
“Al-Qamah seorang yang taat beribadah. Shalat, puasa, dan sedekah, tak luput ditunaikannya. Namun, sikap buruknya pada sang ibunda membuatnya terhalang dan berat mengucap syahadat saat sakaratul maut,” katanya.
Sebagai gambaran bagaimana beratnya balasan orang yang melukai perasaan ibu, pernah ada seorang sahabat namanya Al-Qamah. Dia seorang yang sangat taat kepada Allah, tekun beribadah, tak pernah tertinggal puasa dan shalatnya.
“Tak terkecuali zakat dan sedekahnya. Namun, di penghujung hayatnya, dia kesulitan mengucapkan kalimat La ilaha illallah,” tambahnya.
Setelah dilaporkan dan ditelusuri oleh Rasulullah saw, Al-Qamah masih memiliki seorang ibu yang sudah tua dan hatinya pernah terluka gegara sikapnya. Menurut sang ibunda, Al-Qamah terlalu lebih perhatian dan lebih mementingkan istrinya ketimbang ibunya.
“Itulah sebabnya, saat sakaratul maut, lidah Al-Qamah kelu tak bisa mengucap kalimah thayyibah,” katanya.
Untungnya, Rasulullah SAW segera memintakan ampunan kepada sang ibunda untuk Al-Qamah. Demi membuka pintu maaf sang ibunda, Beliau sempat meminta para sahabat mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Al-Qamah.
Mendengar demikian, jiwa keibuan ibunda Al-Qamah pun bangkit dan hatinya pun luluh. Dia merasa tidak tega jika harus melihat jasad sang anak dibakar hidup-hidup di depan mata. Hingga akhirnya dia rela memaafkan Al-Qamah daripada melihat jasadnya hangus terbakar api.
Api Dunia
Achmad Zainuddin menjelaskan, Rasulullah SAW menyampaikan kepada sang ibunda. “Duhai ibu, api akhirat jauh lebih pedih ketimbang api dunia,” paparnya.
Setelah dimaafkan, Al-Qamah pun dengan mudahnya menghembuskan napas terakhir seraya mengucap kalimah La ilaha illallah.
“Seorang Al-Qamah saja yang taat ibadah kepada Allah, berada di ambang kematian su’ul khatimah, bagaimana dengan orang yang durhaka kepada Allah dan orangtua? Bagaimana orang yang terus membangkang dan selalu menyakiti perasaan orang tua?” tanyanya.
Sungguh ini pelajaran berharga bagi siapa pun yang masih memiliki sikap buruk kepada orangtuanya. Sekaligus pelajaran bagi siapa pun yang menginginkan kematian husnul khatimah.
Dia menambahkan, jangan sekali-kali melukai hati orangtua trurama ibu yang sudah berusia lanjut, namun kita harus tetap berbakti kepadanya. Segera minta maaf kepada orangtua, tak usah menunggu waktu.
Dia mengajak, marilah kita sama-sama mengubah sikap buruk kita kepada orang tua, terlebih kepada ibu kita. Doakan yang terbaik jika mereka sudah tiada. “Bahagiakanlah mereka,” tegasnya.
Jika, lanjutnya, belum mampu membahagiakan, setidaknya jaga sikap dan perkataan kita agar tidak melukai perasaan mereka. Sebab, balasan dan ancamannya sangatlah berat dan merugikan kita di dunia dan akhirat. (*)
Penulis Chilmiyati. Editor Ichwan Arif.