
Proses Pendidikan
Apa yang dilakukan seorang ibu yang membawa anaknya ikut dalam Aksi Bela Palestina, sangat bisa dipahami. Itu bagian dari pendidikan. Lihat, tujuan Pendidikan Nasional di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Di pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Bisa dibilang, dengan mengajak anak dalam Aksi Bela Palestina, semua tujuan pendidikan dapat diraih, yaitu: kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Si ibu telah, pertama, mengasah “kekuatan spiritual” sang anak dengan jalan menghadirkan lingkungan dan kegiatan yang baik yaitu Aksi Bela Palestina kepada anaknya yang merupakan kader umat. Kedua, melatih sang anak untuk memiliki “akhlak mulia” dengan cara selalu peduli kepada nasib saudara seagamanya.
Sementara, terkait fungsi dan tujuan pendidikan diatur di pasal 3, bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Si ibu telah mendidik secara nyata sang anak “agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Mari menunduk, menghayati makna iman dan takwa.
Hayatilah, bahwa semua kaum beriman itu bersaudara (al-Hujurat [49]: 10). Pikirkanlah selalu masalah Palestina. Senantiasa gelisahlah dengan derita sesama umat Islam. Selalu pedulilah kepada urusan saudaranya yang seiman.
Setidaknya, doakanlah warga Palestina. “Jika seorang Muslim mendoakan saudaranya dari kejauhan, maka Malaikat akan mengucapkan: ‘Amin’ dan bagimu seperti itu jaga’.” (HR Muslim).
Soal Pemihakan
Terkait Palestina, ada soal penting dan mendasar yaitu sikap pemihakan kita. Lihatlah, Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) mengecam keputusan penyelenggara Frankurt International Book Fair. Pameran buku terbesar di dunia itu, dan berlangsung 18-22 Oktober 2023, dinilai memihak dan hanya memberi panggung bagi Israel.
Ikapi juga mengecam penyelenggara yang membatalkan pemberian penghargaan kepada seorang penulis Palestina, Adania Shibli. Sang penulis menggambarkan kekejaman Israel lewat novelnya yang berjudul Minor Detail (www.republika.co.id 16/10/2023).
Kita bersyukur, sesedikit apapun, insya Allah masih ada ghirah di diri kita. Ada ghirah di diri ibu (dan sang anak). Ada girah di Ikapi. Ada ghirah di Kemendikbudristek.
Apa itu girah? Ghirah adalah sebentuk kecemburuan seseorang (bisa juga lembaga) yang dipicu oleh semangat pembelaan kepada agamanya, Islam. Ghirah itu bagian dari ajaran Islam.
Terbitnya ghirah, antara lain untuk menjawab ajaran mulia ini:“Barang-siapa melihat kemunkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dia mengubah hal itu dengan lisannya. Apabila juga tidak mampu, hendaklah dia ingkari dengan hatinya dan inilah selemah-lemah iman” (HR Muslim).
Ghirah adalah buah dari iman. Orang yang beriman akan tersinggung jika agamanya dihina. Dalam banyak contoh, keselamatan diri seorang Muslim akan “dinomorsekiankan” karena dia akan lebih mendahulukan kepentingan atau kehormatan agamanya.
Mari, terus rawat ghirah kita. Mari, terus bela Palestina. Bersemangatlah seperti yang telah ditunjukkan tiga teladan di atas, yaitu: Ibu yang membawa anak lelakinya ke acara Aksi Bela Palestina serta Ikapi dan Kemendikbudristek yang memboikot Pameran Buku Internasional di Frankurt Jerman. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni