Momentum 2024
Karena itu, momentum 2024 sangat penting. Menurut dia kalau tahun 2024 tidak ada perubahan sampai satu periode ke depan tahun 2029, maka kekuatan politik formal umat Islam dan politik kepartaian tak tersisa kecuali nama, tak tersisa kecuali kerangka.
“Maka para pahlawan kusuma bangsa, para tokoh umat yang berjasa bagi negeri ini, pada peringatan satu abad kemerdekaan Indonesia tahun 2045 boleh jadi akan menangis di alam barzah. Saya tidak mau menangis di alam barzah, maka harus berbuat sesuatu,” katanya.
Ptof Din mengimbau tetap mengikuti peraturan yang ada. “Kita ikuti saja,” ajaknya. Menurut Din, kita ini mayoritas tapi mayoritas buih yang mudah diombang-ambingkan. “Apakah itu terjadi sekarang?” tanyanya retoris.
Dia menyatakan, umat Islam saat ini besar tapi tidak dalam mutu dan kualitas. Dalam banyak hal, kita kalah. Seperti di bidang ekonomi, politik, dan bidang-bidang lainnya. Jika hal itu terus terjadi, maka pada tahun 2045, bisa jadi kita akan menangis di alam barzah.
Karena itu menurut Din Syamsuddin ada dua opsi yang bisa dilakukan. Pertama suka tidak suka kita mengikuti aturan partai walaupun ada semangat mendukung salah satu paslon, semoga pemilu kita berjalan dengan damai.
Opsi pertama ini harus siap dengan risiko kekalahan. Untuk itu harus ada kebersamaan, harus ada kekompakan umat Islam. Jangan bercerai berai. Jangan berselisih. Jangan bertikai. Jangan berpecah belah. “Kamu akan gagal dan kekuatanmu akan hilang, pesan al-Qur’an,” kata Din.
Din bercerita, suatu saat di bercermah dan ada yang bertanya, gimana kiranya Muhammadiyah dan NU bersatu dalam pilpres.
“Saya kenal Cak Imin sahabat saya, tokoh NU, mantan Ketua PMII, dan Pak Anies Baswedan tampil sebagai HMI tapi sekarang sebagai Penasihat Ranting Muhammadiyah, sehingga ini sudah terjadi. Bagus tetap dalam wawasan kebangsaan yang majemuk. Jika itu takdir Allah, maka kita harus tampil secara bersama-sama,” kata Din.
Opsi kedua gerakan konstitusional mendasar yang sudah banyak yang memprakarsai yaitu kembali ke UUD 1945 yang asli. Walaupun terbuka amandemen, kalaupun ini terus berlanjut seperti ini akan timbul kerusakan dan umat Islam semakin terpinggirkan.
Kalau tidak ada GBHN, ini semaunya tergantung presiden terpilih. Syukur punya visi dan misi tapi dengan tidak ada GBHN, ada lagi yang tidak punya. Parahnya visinya nyontek punya negara lain.
Menurut Din warga Muhammadiyah harus memiliki literasi politik yang kita niatkan sebagai amar makruf nahi mungkar yang menjadi amanat al-Qur’an. “Harus memiliki kecerdasan politik, menjadi pemilih yang cerdas.”
Din Syamsuddin tidak memiliki waktu yang cukup lama karena harus segera ke Surabaya, sehingga tidak ada dialog dalam kajian kebangsaan ini. (*)
Penulis Fatimah Az-Zahro Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni