PWMU.CO – Dua tips berpolitik bagi warga Muhammadiyah disampaikan Sekretaris PWM Jatim Prof Dr Biyanto dalam acara Kajian dan Konsolidasi yang diadakan PDM Kediri, Ahad (29/10/2023).
Prof Biyanto mengatakan, dalam Majalah Matan pernah ditulis oleh Pradana Boy, dosen UMM, tentang strategi politik dengan ibarat jangan taruh telur di satu keranjang, kalau telur di keranjang tersebut pecah, maka akan pecah semua.
”Jangan kader-kader Muhammadiyah diletakkan di satu partai tertentu, kalau partai tersebut gagal maka hukumannya lima tahun menunggu Pemilu lagi, lantas kita bisa apa? Betul nggak?” kata guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Lantas dia menceritakan pengalaman satu PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) di Pemilu 2019 gara-gara sangat vulgar mendukung calon presiden dengan mengerahkan seluruh cabang, ternyata calon yang mereka jago tidak lolos.
”Akibatnya sampai-sampai rumah sakit yang dikelola oleh keluarganya, dokter-dokternya yang PNS ditarik semua, kelimpungan rumah sakit itu, lalu rumah sakitnya dijual,” tuturnya.
Karena itu bagi Prof Biyanto ada dua tips berpolitik bagi warga Muhammadiyah. Pertama, jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang. Kedua, jangan bermain secara vulgar.
”Bagi saya menaruh semua telur di satu keranjang yang sama itu sangat berisiko, apalagi kemudian Muhammadiyah bermain sangat vulgar maka sangat berbahaya,” tandasnya.
Menanggapi pertanyaan peserta apakah ada garis tegak lurus bagi warga Muhammadiyah untuk memilih capres-cawapres tertentu atau calon DPD (Dewan Perwakilan Daerah) tertentu?
Prof Biyanto menyampaikan, jangan berharap di Muhammadiyah ada kebijakan itu. ”Pasti tidak ada, karena di Muhammadiyah itu dengan background masyarakat terdidik pasti sulit diharapkan memilih Ganjar-Mahfud semua, atau milih Prabowo-Gibran semua, bahkan milih Anies-Muhaimin semua. Ya sangat sulit,” katanya.
Dia mengatakan, prinsip berpolitik di Muhammadiyah sekarang siapa pun yang jadi presiden atau anggota legislatif maka aspirasi Muhammadiyah bisa dikirimkan dan diperjuangkan.
Orang-orang Muhammadiyah bisa berdiaspora, berada di mana-mana di kekuatan politik manapun untuk amar makruf nahi munkar.
”Yang belum banyak diketahui orang ternyata Anies Rasyid Baswedan itu penasihat PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) Pondok Labu Jakarta, dan Prof Din Syamsuddin adalah ketua PRMnya,” katanya.
Dia juga menyebut Din Syamsuddin dan Amien Rais akan dimasukkan sebagai tim pemenangan capres-cawapres Anies-Muhaimin.
Kalau di Ganjar -Mahfud, kata dia, sering juga interaksi dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Yogya. ”Lalu Pak Prabowo saya nggak tahu apakah kader-kader Muhammadiyah banyak yang menjadi relawan Prabowo atau sebaliknya,” ujarnya.
Jadi, tandas dia, kelihatannya memang semangat berdiaspora tadi dipraktikkan oleh kader-kader Muhammadiyah. Meskipun di-grassroot harus diakui mengarah ke Anies-Muhaimin, tapi nggak mungkin Muhammadiyah yang telah memiliki peta politik lalu mengeluarkan kebijakan resmi harus mendukung capres tertentu.
Dia mengatakan, konsolidasi politik itu susah. Itu merujuk pada pengalaman kegagalan kader Muhammadiyah Nadjib Hamid sebagai calon anggota DPD lima tahun yang lalu. ”Betapa sulitnya konsolidasi kalau urusan politik,” tuturnya.
Dia menuturkan, penting untuk saling memahami pilihan-pilihan itu. Bahwa ada kesadaran kita terhadap calon-calon yang program programnya nyata, tapi jangan sampai membuat hubungan kita putus gegara ada saudara kita yang memilih capres lain.
Penulis Dahlansae Editor Sugeng Purwanto